Untuk mencapai itu semua kata kuncinya adalah pemerataan pendidikan. Sebagian orang pesimis pemerataan pendidikan dapat terealisasi di Indonesia karena begitu luasnya wilayah geografi yang harus dijangkau. Tiga belas ribu lebih pulau yang terpisah oleh lautan adalah hambatan terbesar yang menahan laju percepatan pemerataan informasi. Namun dalam konsep Wawasan Nusantara, lautan bukanlah pemisah tetapi sebaliknya adalah jembatan penghubung yang merangkai pulau-pulau tadi menjadi satu-kesatuan yang bulat dan utuh. Barangkali semangat Wawasan Nusantara inilah yang harus lebih dipahami dalam konteks pemerataan informasi pendidikan ini.
Atas dasar kenyataan di atas penulis mencoba memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha-usaha mencerdaskan bangsa lewat program pemerataan pendidikan yang tampaknya belum sepenuhnya berjalan baik saat ini. Usaha-usaha tersebut dapat coba dilakukan dengan mengoptimalkan peranan teknologi multimedia, teknologi yang bakal menjadi bintang dalam era mendatang.
Kelompok ke dua adalah masyarakat didik heterogen yang karena alasan-alasan ekonomi maupun hambatan geografis tidak atau belum dapat mengakses sumber-sumber informasi pendidikan. Kelompok ini berada tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan merupakan kelompok terbesar dalam segi kuantitas yang belum tersentuh pendidikan. Salah satu sub-kelompok ini adalah para siswa sekolah di wilayah-wilayah terpencil yang memperoleh informasi pendidikan hanya dari guru dan buku-buku pelajaran usang. Mereka dan guru-guru mereka berhak memperoleh fasilitas dan peningkatan kemampuan dalam proses belajar mengajar dalam bentuk bahan-bahan pelajaran maupun metode-metode pengajaran yang mutakhir, seperti yang selama ini telah dinikmati oleh sejawat mereka di perkotaan. Tanpa upaya-upaya perbaikan dalam distribusi informasi pendidikan, mustahil kesejajaran dan pemerataan pendidikan yang selama ini diidam-idamkan dapat terwujud.
Kelompok lain di luar kedua kelompok di atas adalah para siswa, pengajar dan segenap sivitas akademika dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang berdomisili di perkotaan. Kelompok ini telah memiliki kesempatan akses yang luas ke pusat-pusat informasi. Karena itu ttik perhatian pada kelompok ini harus lebih ditekankan pada variasi pengajaran yang dapat lebih merangsang dan menumbuhkan minat belajar secara mandiri. Keinginan untuk selalu memperbaiki diri yang tumbuh atas kemauan sendiri adalah faktor kunci keberhasilan metode ini.
Kelompok-kelompok obyek didik seperti yang dijelaskan di atas terdiri dari orang-orang dengan tingkat dan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya yang berbeda. Begitu pula tingkat pemahaman ilmunya. Karenanya ada tingkatan-tingkatan prioritas yang berbeda pada kelompok ini. Teknologi multimedia seperti yang akan dijelaskan kemudian, akan mampu memenuhi keinginan yang berbeda ini dengan tetap memperhatikan tingkat pemahaman dan pengetahuan masing-masing.
Adalah Nippon Telegraph and Telephone (NTT), perusahaan telekomunikasi publik terbesar di dunia, yang telah menerapkan metode pembelajaran ini, dan sukses. Seperti halnya perusahaan-perusahaan besar lainnya, NTT menghadapi persoalan bagaimana meningkatkan kualitas keilmuan dan kemampuan diri karyawannya tanpa mengorbankan waktu kerja mereka di kantor. Merencanakan suatu program pelatihan yang memenuhi kebutuhan 6000 lebih karyawan NTT bukanlah pekerjaan mudah. Selain penjadualan harus disusun dengan cermat dan ketat, pengelompokan berdasarkan bagian/divisi dan berdasarkan tingkat kemampuan tiap individu hingga persoalan keterbatasan tempat menjadi masalah yang tidak sederhana untuk dipecahkan. Daripada melakukan pembelajaran tatap muka konvensional seperti itu, NTT melihat potensi besar pada jaringan komputer yang telah mereka miliki. Sebuah program pelatihan yang berisi modul-modul pembelajaran berikut gambar pendukung dan video simulasi dimuat ke dalam sebuah penyimpan data (server) khusus yang mampu menampung data multimedia. Modul-modul pembelajaran disusun berdasar- kan tingkat kesulitan dan berdasarkan topik-topik yang akan dibahas. Materi yang disajikan adalah semua materi yang berhubungan dengan bisnis NTT, mulai yang paling dasar hingga yang paling kompleks. Karyawan (pengakses) dapat memilih materi yang diminatinya dan sesuai dengan tingkat kesulitan yang dikehendakinya. Dengan media ini, simulasi suatu model produk, proses perencanaan produk, proses pembuatan, pengujian, hingga strategi pemasaran produk dapat diikuti oleh siapa saja yang memiliki akses ke jaringan intranet NTT. Bahkan dengan server video, pengakses dapat belajar secara tatap muka dengan si pengajar di layar komputer walaupun itu hanya berupa rekaman. Jika ada pertanyaan menyangkut materi yang disajikan, pengakses dapat mengirim pertanyaannya melalui e-mail kepada si pengajar. Pada tiap-tiap akhir materi disediakan lembar evaluasi virtual untuk mengukur tingkat pemahaman si pengakses. Form evaluasi yang telah dijawab ini kemudian dikirim ke pusat data. Pusat data secara otomatis akan menilai jawaban yang dikirim dan kemudian akan memberikan hasilnya kepada si pengakses. Dengan demikian si pengakses dapat mengevaluasi dan mengukur sendiri seberapa tingkat pemahamannya pada materi yang dipelajarinya.
Metode pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas memungkinkan karyawan mempelajari materi yang diminatinya sewaktu-waktu tanpa ia harus meninggalkan ruangannya. Setiap saat ia dapat mengakses dari mejanya tanpa kehilangan waktu kerja. Hal ini jelas merupakan efisiensi waktu dan tenaga.
Syarat Infrastruktur :
Namun sayangnya, potensi liputan televisi yang begitu luas tersebut belum dioptimalkan pemanfaatannya. Acara-acara televisi yang ada sekarang terlalu didominasi oleh acara yang bersifat hiburan belaka. Bahkan TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) yang pada awal berdirinya berangkat dengan misi yang sangat mulia yakni sebagai media pendidikan di Indonesia harus ‘sedikit’ bergeser dari misi awalnya karena alasan-alasan bisnis.
Dalam kondisi seperti ini, penulis bermaksud memberikan sumbang saran dalam upaya membuka kesempatan memperoleh pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat lewat pemanfaatan multimedia.
Untuk itu, modal pertama dan utama yang harus dimiliki oleh pemerintah adalah komitmen. Komitmen yang dimaksud adalah keinginan kuat pemerintah untuk sungguh-sungguh berupaya ingin mencerdaskan masyarakat secara adil dan merata seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945. Penulis sangat yakin bahwa dengan modal ini, program pemerintah yang bagaimanapun sulitnya akan dapat terlaksana. Contoh sukses pemerintah yang didasari oleh komitmen ini adalah program KB. Pemerintah sangat berkepentingan dengan program KB karena secara langsung berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Kepentingan ini menjadi motivasi kuat pemerintah untuk bekerja keras mensukseskan program tersebut. Dan saat ini, dimana masyarakat yang cerdas sedang dan akan menjadi aset kemajuan dan kejayaan bangsa di masa datang, tidakkah pemerintah merasa berkepentingan dalam program pendidikan ini?
Setelah ada komitmen, langkah-langkah yang dapat dilakukan pada tahap awal adalah sebagai berikut :
Jika dicermati, keempat langkah yang diusulkan penulis di atas sejalan dengan konsep Nusantara 21 yang telah ditetapkan pemerintah sebagai proyek nasional. Konsep ini memobilisasi seluruh kekuatan teknologi telekomunikasi baik terestrial (komunikasi gelombang mikro dan kabel darat), kabel bawah laut dan angkasa (satelit) yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali dalam satu kesatuan yang terintegrasi.
Karena itu menurut pendapat penulis,
dengan dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi di Indonesia saat ini,
bukanlah hal yang sulit bagi pemerintah untuk merealisasikan cita-cita
mulia memeratakan pendidikan bagi seluruh rakyat. Masalahnya sekarang berpulang
kembali kepada pemerintah, adakah komitmen dan kesungguhan pemerintah untuk
merealisasikan itu semua? q
Oleh: Fahmi Azmiar, ST
Staf di Bagian Pengembangan PT Citra Sari Makmur Jakarta
fahmi_az@hotmail.com
Artikel lain: Instruksional
Televisi dan Video Teletraining Suatu Pengantar Tele Edukasi