ELEKTRO INDONESIA
Edisi ke Dua Belas, Maret 1998
Prospek Bisnis Panasbumi
Cadangan minyak
nasional diindikasikan semakin menipis dan pada tahun 2000. Indonesia akan
menjadi pengimpor minyak, sedangkan cadangan batubara dan gasbumi akan
terbatas menjadi sumber energi primer karena peranannya bergeser menjadi
komoditi ekspor. Maka panasbumi dapat diharapkan menjadi salah satu sumber
energi pilihan utama mengisi kebutuhan energi apabila dikelola secara profesional
dan efisien.
KUBE (Kebijaksanaan Umum Bidang Energi)
merupakan pedoman seluruh instansi pemerintah maupun swasta dalam mengembangkan
potensi energi setiap Repelita. Khusus untuk sumber energi panasbumi, pengembangannya
masih sangat lamban jika dibandingkan dengan pengembangan sumber energi
lainnya. Sehingga sampai saat ini pemanfaatan sumber panasbumi baru mencapai
sekitar 5%. Ditinjau dari potensi panasbumi yang diperkirakan sebesar 19.000
MW, menjadikan panasbumi suatu alternatif yang potensial sebagai energi
alternatif di masa depan.
Pada tahun 1974, mulai dilaksanakan
eksplorasi sumber panasbumi oleh Pertamina dan pada tahun 1982, PLN berhasil
membangun pembangkit listrik PLTP Kamojang Unit 1 sebesar 30 MW kemudian
diteruskan pembangunan Unit 2 & 3 dengan kapasitas 2x55 MW pada tahun
1986, setelah itu Pertamina terus melakukan pemboran uap di lapangan Kamojang
sehingga saat ini tersedia uap di mulut sumur antara 40 - 60 MW.
Saat dimulainya pengusahaan panasbumi
di lapangan Kamojang tersebut (pada tahun 1974), belum ada ketentuan yang
jelas mengenai pengaturan dan pengelolaan dalam pemanfaatan suatu lapangan
panasbumi. Kemudian pada tahun 1981 muncul Keppres No. 22 Tahun 1981 tentang
pemberian kuasa pengusahaan dan eksplorasi sumberdaya panasbumi untuk pembangkitan
energi/listrik kepada Pertamina di Indonesia. Ternyata proses pengembangannya
masih dinilai lambat, sehingga perlu dimunculkan Keppres No. 45 Tahun 1991
yang mengatur bahwa selain Pertamina diijinkan pula BUMN yang lainnya serta
Swasta Nasional dan Koperasi dapat ikut serta mengusahakan sumberdaya panasbumi
untuk pembangkit listrik. Dengan memberi peran yang luas kepada swasta
nasional inipun masih banyak ditemui kendala dalam pengembangan panasbumi.
Akhirnya muncul Keppres No. 37 Tahun 1992 yang mengijinkan pihak swasta
dalam pengusahaan tenaga listrik termasuk sumber energi dari panasbumi.
Namun berbagai resiko masih melekat
dalam pengembangan panasbumi di Indonesia, antara lain adalah masalah kelembagaan
yang timbul antara eksistensi Pertamina dan PLN, masalah regulasi lainnya
dalam bidang energi, secara akumulatif menyebabkan pengembangan panasbumi
berjalan lambat dan akhirnya membawa konsekuensi biaya tinggi yang tercermin
oleh tingginya harga jual listrik PLTP. Sejak 1994 sebanyak 11 buah ESC
(Energy Sales Contract) sudah ditandatangani.
Menarik pengalaman dari keberhasilan
Pertamina, banyak investor swasta yang ingin investasi dalam pengembangan
panasbumi tetapi harga jual listrik masih mahal sekitar 8 sen dolar (lihat
Tabel 1), hal ini disebabkan karena belum adanya regulasi yang tepat dan
mereka menganggap proyek ini berisiko tinggi. Oleh sebab itu perlu mengkaji
kembali pola pengusahaan panasbumi untuk mencari bentuk regulasi atau usaha
lain yang lebih tepat dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai keuntungan
di bidang energi secara nasional. Oleh karena itu pada awal 1998 Pemerintah
sedang menggodok Keppres baru tentang panasbumi yang memberikan beberapa
kemudahan antara lain laju penyusutan sebesar 50% untuk intangential
dan 10% untuk fixed asset.
Karakteristik Panasbumi
Panasbumi merupakan sumber energi terbarukan,
sehingga apabila tidak secepatnya dimanfaatkan akan hilang karena waktu
dan terlewatkan begitu saja. Energi panasbumi merupakan energi yang dapat
dieksport, sehingga berpotensi untuk memacu pengembangan daerah yang terdapat
sumber panasbumi, baik untuk pembangkit listrik maupun untuk kegunaan lain.
Selain itu pemanfaatan panasbumi telah dinyatakan sebagai energi yang bersih,
karena dengan teknik reinjeksi air limbah ke dalam perut bumi akan membawa
manfaat ganda yaitu selain untuk menghindari adanya pencemaran air juga
untuk mengisi kembali air kondensat (pendingin) ke dalam reservoir. Jenis
gas buang yang sebagian besar (96%) terdiri dari gas CO2, ternyata dapat
dimanfaatkan sebagai bahan tambahan bagi proses pembuatan minuman kaleng
seperti soft drink dan lain sebagainya.
Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan
Panasbumi
Usaha pemanfaatan panasbumi terus diupayakan
semaksimal mungkin. Hal ini berkaitan dalam rangka program penganekaragaman
energi, penghematan BBM serta dalam rangka indeksasi. Dalam implementasi
pengembangan panasbumi di lapangan ternyata menunjukkan adanya kurang tertariknya
investor sehingga kemajuan pengembangannya mengalami kelambatan. Oleh sebab
itu Pemerintah telah mengambil langkah untuk mengantisipasi keadaan tersebut
melalui penerbitan beberapa Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri untuk
mengatur pengelolaan panasbumi antara lain:
-
Keppres No. 22 Tahun 1981 tentang Kuasa
Pengusahaan Eksplorasi dan Ekploitasi Sumberdaya Panasbumi Untuk Pembangkitan
Energi/Listrik Kepada Pertamina di Indonesia. Isi Keppres ini antara lain
adalah bahwa apabila Pertamina belum atau tidak bisa melaksanakan pengusahaan
tersebut, Menteri Pertambangan dan Energi dapat menunjuk pihak lain sebagai
Kontraktor untuk mengadakan kerjasama dengan Pertamina dalam bentuk Kontrak
Operasi Bersama (Join Operation Contract).
-
Keppres No. 45 Tahun 1991 tentang Perubahan
Keppres No. 22 Tahun 1981. Intinya adalah memberikan ijin kepada BUMN lain
selain Pertamina, dan Badan Usaha Milik Nasional lain yang berstatus badan
hukum termasuk koperasi untuk keperluan usaha ketenagalistrikan dan usaha
lainnya.
Saat ini kebijaksanaan yang mengatur
perpajakan pengusahaan sumberdaya panasbumi tertuang dalam Keppres No.
11 tahun 1989 tentang Penundaan Pembayaran Pajak Penambahan Nilai Atas
Penyerahan Jasa Pencarian Sumber dan Pemboran Untuk Minyak, Gasbumi dan
Panasbumi Bagi Pengusahaan Yang Belum Berproduksi. Di sisi lain, pengusahaan
sumber panasbumi juga ada kebijaksanaan penurunan pajak dari 46% seperti
tertuang dalam Keppres No. 49 Tahun 1991 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya Terhadap Pelaksanaan
Kuasa dan Ijin Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi untuk Pembangkit Energi
Listrik. Penurunan pajak dimaksud adalah untuk Bea Masuk dan Bea Meterai
Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penjualan untuk Barang Mewah, Pajak Penghasilan,
Pajak Penambahan Nilai atas Barang dan Jasa, dan Pungutan-pungutan Lainnya
yang ditetapkan Menteri Keuangan terhadap Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan
Sumberdaya Panasbumi Skala Besar dan Ijin Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi
Skala Kecil. Ketentuan pajak tersebut hanya berlaku untuk usaha penyediaan
uap (sisi hulu) tetapi tidak berlaku di sisi hilir (energi listrik).
Tabel 1. harga Beli Listrik PTLTP Swasta di Jawa Barat
Lapangan |
Operator |
Harga Beli
(sen dolar/ kWh) |
Awal Konstruksi |
Tarif bervariasi :
Salak (165 MW)
Wayang Windu (220 MW)
Karaha (220 MW)
Patuha (220 MW) |
Unocal
Mandala Nusantara
Karaha Bodas Co.
Patuha Power Ltd. |
7,281
7,240
7,298
7,252 |
Jun 1995
Jun 1997
Des 1997
Des 1997 |
Tarif Flat selama 30 tahun:
Cibuni (10 MW)
Kamojang (60 MW)
Darajat (275 MW) |
Yala Teknosa Geothermal
Latoka Trimas Bina Energi
Amoseas |
6,700
6,890
6,950 |
Terlambat
Jun 1997
Jun 1997 |
Sampai saat ini sudah 11 perusahaan
swasta memiliki kontrak jual beli energi listrik dengan PLN di mana di
dalam ketentuan kontraknya menyebutkan bahwa energi listrik yang dibangkitkan
oleh perusahaan swasta tersebut harus dibeli oleh PLN dengan menggunakan
pasal "take or pay" dengan batas faktor kapasitas tertentu terhadap
nilai maksimum produksi pembangkit. Selain itu harga uap atau harga listrik
yang dibeli PLN relatif mahal, namun karena keterkaitan kontrak maka walaupun
memberatkan, PLN harus menyediakan dana subsidi untuk menutupi kekurangan
pembayaran pembelian terhadap tarif jual listrik swasta.
Prospek Pasar
Cadangan minyak nasional diindikasikan
semakin menipis dan pada tahun 2000, Indonesia akan menjadi pengimpor minyak
sedangkan cadangan batubara dan gasbumi akan terbatas menjadi sumber energi
primer karena peranannya bergeser menjadi komoditi ekspor. Maka panasbumi
dapat diharapkan menjadi salah satu sumber energi pilihan utama mengisi
kebutuhan energi apabila dikelola secara profesional dan efisien, contohnya
di Pulau Sumatera.
Pada akhir Repelita VI, diperkirakan
sistem Sumatera telah interkoneksi secara integrated yang terdiri dari
sistem-sistem Wilayah I, II, III dan IV.
-
Wilayah I Sistem Aceh - akan mengalami
cadangan yang rendah sampai dengan tahun 1998 yaitu 4 - 18%. Bila transmisi
150 kV Langsa - Banda Aceh selesai (Loan ADB Power XXIV) tahun 1998 maka
Wilayah I dan II akan interkoneksi sehingga gabungan cadangan sistem akan
membaik.
-
Wilayah II Sistem Medan - sedang mengalami
cadangan yang tinggi tetapi memiliki keandalan sistem kurang baik. Hal
ini disebabkan adanya kapasitas PLTGU yang terlalu besar jika dibandingkan
dengan beban puncak sistem. Sampai Repelita VII, PLN tidak akan menambah
pembangkit baru tetapi pengembangan selanjutnya akan dipasok dari proyek
IPP (Independent Power Producer). Sebagian dari proyek IPP tersebut
adalah PLTP yang berlokasi di daerah yang belum pernah dikembangkan potensi
uap panasbuminya, sehingga ada faktor resiko ketidak pastian tersediannya
IPP sesuai jadwal.
-
Wilayah III Sistem Padang - memiliki
cadangan yang sangat besar dengan telah beroperasinya PLTA dan PLTU skala
besar. Namun bila interkoneksi Wilayah III dan IV terealisasi melalui Kiliran
- Lao Lahat (Loan ADB Power XXIV) yang rencananya akan selesai 1998 maka
Wilayah IV yang berada pada posisi sangat kritis pembangkitannya akan membaik
kondisinya.
Tahun 1998, Sistem Sumatera telah terintegrasi
melalui transmisi 275 kV maka tambahan kapasitas PLTP tidak akan banyak
mempengaruhi reserve margin (neraca daya) sistem Sumatera.
Potensi SDM Panasbumi
SDM merupakan salah satu unsur
manajemen dalam pengelolaan dan pemanfaatan panasbumi. Dari pengalaman-pengalaman
merancang, membangun serta mengoperasikan PLTP sejak 1977 SDM nasional
sebenarnya sudah cukup memadai dan mampu untuk melaksanakannya sendiri
pengelolaan dan pemanfaatan panasbumi berikutnya. Ini merupakan asset nasional
yang berharga bagi dunia usaha panasbumi nasional, karena dengan modal
SDM inilah kompetisi harga yang akan diproduksi oleh perusahaan panasbumi
nasional dapat kompetitif dengan pengelolaan panasbumi swasta lainnya yang
ternyata mereka banyak melibatkan tenaga asing dengan upah yang lebih mahal.
Peluang dan Prospek Pengembangan
Potensi sumberdaya panasbumi di Indonesia
yang telah dinyatakan prospek dapat dimanfaatkan atau dikembangkan menjadi
tenaga listrik tersebar sekitar 70 lokasi di sepanjang jalur volkanik
sepanjang pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya.
Pada tahun 1995 jumlah potensi sumber daya panasbumi mencapai sebesar 19000
MW.
Dari jumlah tersebut, sampai saat
ini baru sekitar 364,5 MW yang sudah dimanfaatkan menjadi tenaga listrik,
yaitu di Kamojang sebesar 140 MW, Gunung Salak 165 MW, Sibayak 2 MW dan
Lahendong 2,5 MW. Tahun 1998 segera menyusul PLTP Lahendong 20 MW dan PLTP
Gunung Salak dari swasta dengan kapasitas 165 MW.
Selain pemanfaatan panasbumi oleh
PLN yang pengusahaan uapnya oleh Pertamina atau pihak swasta, pada saat
ini pengembangan dan pemanfaatan panasbumi dilakukan secara total project
artinya pelaksanaan kegiatan eksplorasi pengembangan sumur uap dan pembangunan
PLTP-nya dilakukan sekaligus oleh swasta dalam satu tangan dan sampai saat
ini telah ditandatangani ECS dengan PLN sebanyak 11 buah dengan total kapasitas
sekitar 1990 MW. Dengan selesainya beberapa unit pembangkit swasta diharapkan
pada Repelita VI total kapasitas PLTP akan mencapai 1310 MW.
Melihat jumlah potensi panasbumi
secara keseluruhan masih sangat besar dan jumlah yang baru dimanfaatkan
masih sedikit, diperkirakan sampai pada akhir Repelita VI baru tercapai
sekitar 5%. Dengan demikian masih cukup banyak lahan atau peluang dan kesempatan
yang sangat menjanjikan untuk dimanfaatkan di masa-masa mendatang, khususnya
bagi rencana berdirinya usaha yang bergerak di bidang perpanasbumian.
Usaha pengusahaan sumberdaya panasbumi
diarahkan pada usaha eksplorasi, eksploitasi dalam memproduksi uap panasbumi,
kemudian memanfaatkan uap tersebut menjadi energi listrik, termasuk di
dalamnya adalah kegiatan engineering dan konstruksi PLTP, operasi
dan pemeliharaannya.
Namun demikian pengelompokan kegiatan
tetap dibedakan adalah kegiatan hulu yaitu pengusahaan lapangan sumberdaya
panasbumi yang mempersiapkan ketersediaan uapnya dan di sisi hilir yaitu
mempersiapkan fasilitas peralatan untuk membangkitkan tenaga listrik.
Apabila pada suatu lapangan telah
tersedia uapnya seperti lapangan panasbumi Kamojang, investor dapat langsung
membangun PLTP-nya saja, namun untuk lapangan panasbumi lainnya yang belum
ada sumur uapnya tentu investor harus melakukan total project yaitu
mulai dari pencarian uap sampai dengan menghasilkan energi listrik
Berikut ini beberapa lapangan panasbumi
yang memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi PLTP.
-
Lapangan Panasbumi Margabayur di Lampung
dengan potensi lapangannya sekitar 250 MW dan layak untuk dikembangkan
pada tahap awal dengan kapasitas 2x55 MW. Pada lapangan panasbumi ini perlu
melaksanakan pemboran sumur-sumur untuk memperoleh uap.
-
Lapangan Panasbumi Lahendong yang memiliki
potensi lapangan uapnya sebesar 250 MW dan layak untuk dikembangkan 2x20
MW.
-
Lapangan Panasbumi Ulubelu-Lampung yang
mempunyai potensi lapangannya sekitar 550 MW. Pada lapangan ini potensi
panasbumi yang sudah dikembnagkan swasta sekitar 110 - 300 MW dan sisanya
masih ada sekitar 200 - 250 MW belum dikembangkan.
-
Lapangan Panasbumi Lainnya adalah Kerinci.
Lapangan-lapangan tersebut sekarang ini sedang diekplorasi oleh Pertamina.
Strategi Pendanaan
Strategi pendanaan dalam pengembangan
PLTP ada 2 tahap yaitu:
-
Tahap pertama (3 tahun pertama) - pendanaanya
diarahkan pada kegiatan mulai dari survei eksplorasi sampai pada kegiatan
studi reservoir. Diperkirakan memerlukan dana sebesar Rp 83 milyar. Dana
ini merupakan modal dasar perusahaan pada tahap pertama pendirian.
-
Tahap ke dua - pengembangan lapangan
dengan pengeboran sumur-sumur produksi gathering system dan pembangunan
PLTP. Pada tahap kedua ini diperlukan tambahan dana sebesar Rp 1244 milyar
dengan porsi equitas Rp 445 milyar dan hutang jangka panjang Rp799 milyar.
q
Ir Nanan Tribuana adalah Staf pada Subdirektorat
Pengendalian Investasi Tenaga Listrik Swasta, Ditjen Listrik dan Pengembangan
Energi - Jakarta.
Artikel Lain: Sel
Surya Menggunakan Bahan Organik
[Sajian Khusus]
[KOMPUTER] [KOMUNIKASI]
[ MULTIMEDIA ] [KENDALI]
[ENERGI] [TUTORIAL]
Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO
INDONESIA.
Click here to send me
email.
[ Halaman Muka]
© 1996-1998 ELEKTRO
Online.
All Rights Reserved.