Listrik Murah atau Udara Bersih
Menuju PLTU Ramah Lingkungan
Prospek Bisnis Jasa Pelatihan Ketenagalistrikan
|
|
|
|
Kegiatan industri yang semakin meningkat tentunya menyebabkan
pemakaian pembangkit listrik berbahan bakar fosil meningkat dan pada gilirannya
pemakaian bahaba bakar fosil meningkat pula. Kalau hal ini dibiarkan, maka
pada permlaan abad ke 20 Indonesia akan berubah dari negara pengekspor
menjafi negara pengimpor BBM. Selain dari itu pembangkit ini mempunyai
dua permasalahan pertama efisiensinya rendah kedua mengeluarkan gas buang
yang mengandung bahan pencemar. Penurunan efisiensi ini disebabkan karena
banyaknya panas yang terkandung dalam gas buang pada peralatan ( kondensor
) pembangkit ( PLTU, PLTD dan PLTG ). Untuk memanfaatkan panas pada gas
buang dari kondensor yang disebut output termal menjadi pemanas/pendingin
digunakan suatu alat yang disebut absortion cheller, heat exchanger dan
waste heat recovery hal inilah yang disebut Cogeneration. Pada umumnya
cogeneration banyak digunakan pada mesin diesel dan gas turbine. Dengan
menggunakan Cogeneration berarti pencemaran udara bisa dikurangi serta
efisiensi total pada pembangkit meningkat sampai 84%.
Peningkatkan efisiensi itu terjadi pada pembangkit yang menggunakan
bahan bakar gas ( gas fired cogeneration ), hal ini karena adanya
kombinasi antara panas dan daya listrik.
Untuk mengetahui gas fired cogeneration secara detail bisa digunakan
metoda analisis exergy. Hal ini karena dengan metoda itu pengukuran secara
detail dan akurat bisa dilakukan pada bagian power plant yang tidak efisien.
Sehingga besarnya energi yang hilang atau yang dibuang ke atmosfer bisa
diketahui kemudian kualitas dari energi bisa ditentukan secara akurat.
Exergy adalah potensi dari energi untuk melakukan kerja dan kerja itu diperoleh
dari sejumlah zat yang dibawa ke-kadaan kesetimbangan termo dinamic. Sehingga
terbentuklah termo mechanikal exergy yang bisa diklasifikasikan sebagai
exergy kinetik, exergy potensial dan phisical exergy.
Sementara itu pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar gas banyak
digunakan di pabrik ( peleburan besi dan tekstil ) dan hotel. Berarti
energi panas yang dibutuhkan di kedua tempat itu bisa diambil dari panas
gas buang dengan menggunakan teknologi gas fired cogeneration. Pembangkit
itu umumnya mempunyai kapasitasnya yang relatif kecil, hal ini karena energi
listrik yang dibutuhkan kecil sehingga energi termal yang bisa disuplai
juga kecil. Hal inilah yang membuat investasi cogenerator menjadi rendah,
tapi biaya bahan bakarnya relatif tinggi. Sedang untuk kebutuhan termal
dan listrik yang tinggi bisa digunakan pembangkit Combined cycle dengan
biaya investasi dan bahan bakar yang tergolong moderat. Untuk pembangkit
yang menggunakan back pressure turbined ternyata uap yanfg keluar masih
mempunyai entalphi ( mengandung energi ), berarti uap itu masih bisa dimanfaatkan
untuk pembangkit listrik dengan menggunakan turbin tekanan rendah dan menengah
sehingga terjadilah combined cycle
Keunggulan Cogeneration adalah : bisa mengurangi ketergantungan catu
daya, mengurangi biaya untuk pemakaian energi, bisa menghemat konsumsi
energi 20 -40%, keandalannya baik, fluktuasi tegangan kecil, kebisingan
rendah dan pemeliharannya mudah.
Cogeneration juga merupakan teknologi konversi energi yang memproduksi
listrik dan termal secara simultan. Konversi energi itu dilakukan dengan
cara memodifikasi pembangkit listrik konvensional dengan menambahkan suatu
peralatan penukar panas. Dengan demikian teknologi cogeneration merupakan
pilihan yang tepat untuk memanfaatkan energi pada boiler, gas turbin dan
diesel secara optimum. Teknologi ini bisa memanfattkan dua jenis energi
: pertama memanfaatkan uap yang dihasilkan boiler, ke dua memanfaatkan
panas gas buang suatu pembangkit listrik untuk memproduksi uap.
Tipe Cogeneration
Berdasarkan sumber panasnya cogeneration dibagi menjadi dua yaitu
: siklus topping dan siklus bottoming.
1. Cogeneration Siklus Topping
Siklus topping terjadi bila bahan bakar dipakai langsung untuk memproduksi
energi listrik, kemudian gas panasnya digunakan untuk panas/uap proses.
Jadi energi listriknya terlebih dahulu diproduksi kemudian baru panas
buangnya dimanfaatkan. Sehingga energi termalnya bisa digunakan untuk kebutuhan
industri seperti untuk pemanas dan pendingin ruangan serta untuk pemrosesan.
Cogenerator siklus topping biasanya terdapat pada PLTU dengan tenaga
penggerak turbin uap ( CTU ) biasanya mempunyai sisa uap dengan suhu sekitar
1000 0F dan tekanan 1500 psia. Dengan demikian cogenerator ini cocok digunakan
pada industri yang banyak menggunakan uap akibatnya biaya yang dibutuhkan
untuk pengadaan uap bisa dihemat.
Process Steam
Bila cogenerator ini akan digunakan pada PLTG, maka gas panas yang digunakan
untuk menghasilkan energi listrik pada turbin harus mempunyai suhu
1600 - 1700 0F. Hal ini karena akan menghasilkan gas buang dengan suhu
800 - 900 0F dan gas buang itu akan dimanfaatkan dengan menggunakan Heat
Recovery Steam Generation atau panas proses dengan exchenger yang berfungsi
untuk membangkitkan uap proses.
Bila cogenerator siklus topping digunakan pada PLTD, maka kapasitasnya
harus cukup besar yaitu sekitar 25 MW. Dimana air pendingin mesin digunakan
sebagai pemanas awal air baku boiler dan gas buang dipakai sebagai pembangkit
uap utama. Karena gas buangnya hanya sedikit mengandung oksigen akibatnya
peningkatan kualitas uap sulit dilakukan meskipun sudah ditambah pembakaran.
2. Siklus Bottoming
Siklus bottoming adalah pemanfaatan gas buang melalui heat recovery
sehingga menghasilkan panas/uap proses. Proses/uap itu selanjutnya digunakan
untuk menggerakan turbin uap sehingga dihasilkanlah energi listrik. Untuk
itu berarti gas buangnya harus mempunyai suhu yang tinggi. Bila gas buang
mempunyai suhu rendah maka untuk memanfaatkan harus menggunakan fluida
kerja dengan titik didih yang rendah. Cogenerator bottoming cycle biasanya
menggunakan gas buang dengan suhu 400 - 600 0C berarti suhu fluida kerjanya
rendah sehingga efisiensinya rendah. Dengan demikian cogenerator ini cocok
digunakan pada PLTG yang umumnya terdapat pada industri berat seperti industri
besi-baja dan industri semen, tapi sulit bersaing dengan secara ekonomis
dengan teknologi konvensional.
Bila PLTG itu menggunakan bahan bakar bermutu tinggi seperti bahan
bakar sulfur rendah, maka gas buang yang dihasilkannya bersih sehingga
bisa digunakan langsung untuk panas proses. Bila pada pengolahan gas buang
ditambah bahan bakar, maka akan diproleh uap dengan suhu dan tekanan yang
lebih tinggi. Sementara bila kapasitas terpasang PLTG turun maka efisiensinya
juga turun dengan demikian volume gas buang meningkatkan hal ini berarti
banyak gas buang yang tidak terpakai. Untuk itu cogenerator pada PLTG lebih
cocok dioperasikan pada beban dasar. Bila kapasitasnya tetap maka keseimbangan
antara produksi uap dan produksi listrik bisa dipertahankan.
Gambar : Gas Turbin Cogeneration
Macam Cogeneration
1. Cogeneration dengan konversi energi pada Existing Plant pembankaran
Cogenerator ini menghasilkan 20% energi listrik, 65% panas dan 15%
rugi-rugi. Karena energi panas yang di keluarkan cukup besar, maka energi
itu bisa digunakan untuk menghasilkan uap. Cogenerator ini menggunakan
turbin back pressure ( output listrik dan panas tetap ), sehingga polusi
yang dihasilkan akan keluar melalui cerobong ( stack ).
Gambar : Konversi Existing Power
Station - Cogeneration
2. Cogeneration dengan turbin gas
Cogenerator ini menggunakan gas sebagai bahan bakar dan terdiri dari
dua sistim yaitu sistim open cycle dan sistim kombined cycle.
Pada sistim open cycle gas yang dibakar dalam ruang bakar akan menghasilkan
energi mekanmis yang selanjutnya bisa memutar poros generator dan akhirnya
akan dihasilkan energi listrik dan gas buang gas buang yang mempunyai suhu
450 0C selanjutnya dioleh melalui unit heat recovery sehingga dihasilkan
uap/air panas dan gas buang yang di buang ke atmosfer dengan suhu yang
rendah yaitu sebesar 90 - 100 0C . Dengan demikian efisiensi listrik yang
diharapkan bisa mencapai 29% dan efisiensi termal 76%.
Sitim combine cycle terdiri dari turbin gas dan turbin uap dimana uap
yang bertekanan tinggi yang akan digunakan untuk memutar turbin uap diperoleh
dari unit recovery. Karena turbin uap itu dikopling dengan generator listrik
akibatnya putaran turbin itu akan memutar poros generator sehingga dihasilkanlah
energi listrik. Karena dalam sistim ini digunakan dua turbin akibatnya
energi listrik yang dihasilkan bisa mencapai 39%. Dengan demikian dari
ke dua sistim tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pertama bila yang
diinginkan uap yang besar, maka digunakanlah sistim open cycle. Sedang
bila yang diinginkan energi listrik yang besar, maka dapat digujnakan combined
cycle.
3. Cogeneration dengan gas engine
Cogenerator ini menghasilkan uap bertekanan lebih rendah dan efisiensi
lebih tinggi bila dibandingkan dengan gas turbin dan combined cycle. Kemudian
mempunyai dua sistim penyalaan pertama sistim penyalaan dengfan busi (
spark ingnition ) yang menggunakan gas bumi sebagai bahan bakarnya dan
dilengkapi dengan heat recovery. Ke dua sistim penyalaan dengan kompressi
( compression ingnition ) yang menggunakan minyak residu sebagai bahan
bakarnya. Energi panas dari sistim ini berupa air panas dengan suhu sekitar
80 0C cocok untuk pemanas. Dimana energi panas itu dihasilkan oleh panas
gas buang mesin, jacket dan sistim pendingin minyak pelumas. Sementara
itu perbandingan panas dan listrik sekitar 2 : 1 dan eefisiensi termal
bisa mencapai 95%.
Daftar Pustaka
1. Peningkatan penggunaan teknologi Cogeneration pada industri menjelang
tahun 2020, Nur Aryanto Aryono, Hasil seminar energi V, Jakarta, September,
1997
2. Peranan Cogeneration dalam menciptakan nilai tambah potensi ketengalistrikan
Nasional, Seminar Cogeneration Indonesia, Jakarta, Agustus, 1999
3. Cogenerasi dan siklus kombinasi, Majalah Teknologi, No. 108, Jakarta,
Oktober, 1996
4. Cogenerasi memangkas biaya dan emisi, Majalah Listrik Indonesia
, Jakarta, Edisi II Th III, April, 1996
5. Cogeneration Pembangkit listrik Ideal, Deni almanda, Majalah Elektro
Indonesia, Jakarta, No. 25 Th V, April, 1999
OLEH : DENI ALMANDA
Penulis adalah dosen Teknik elektro FT UMJ, pangkat Lektor Madya |