Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (AKLI) adalah satu-satunya wadah organisasi di Indonesiayang menghimpun perusahaan (pengusaha) di bidang jasa kelistrikan. Perusahaan (pengusaha)yang menjadi anggota AKLI harus mempunyai SPI dan SIKA yang dikeluarkan oleh pemerintahdan masih berlaku.Anggota AKLI saat ini berjumlah 2623 perusahaan yang terbesar di 27 propinsi dan terdiri dariberbagai golongan.Periode 1995-1998, AKLI dipimpin oleh Ir. Mangambari Tompo, MBA, sebagai Ketua Umumterpilih untuk ke tiga kalinya dalam Munas di Banjarmasin. Tentunya ia dinilai sangat berhasildalam mengelola organisasi AKLI dimana berorganisasi adalah salah satu hobinya.
Di tengah kesibukannya sebagai Direktur Utama PT. Mekadaya Terestria, pria yang terlihat lebihmuda dari usianya itu berkenan menyediakan waktu untuk menerima redaksi majalah ElektroIndonesia, yaitu Dedy Kusmayadi dan Rusmanto guna melakukan wawancara. Berikut petikanhasil wawancara yang dilakukan di ruang kerjanya.
- 1. Bagaimana pandangan AKLI atas perkembangan proyek kelistrikan dan proses pelaksanaannya?
- Perkembangan proyek kelistrikan di Indonesia yang mencapai 15% pertahun merupakan peluang bisnis yang bagus bagi anggota AKLI dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Namun, dalam semua tahap pelaksanaannya saya mengharapkan ada transparansi informasi dari pemilik proyek (PLN dan lainnya). Mulai dari perencanaan, dalam batas-batas yang wajar, hendaknya AKLI dapat memperoleh informasi itu. Besarnya biaya mungkin tidak perlu karena masih rahasia, namun sifat pembiayaannya barangkali dapat kami ketahui. Sebelum tender diumumkan di koran kalau bisa, kami sudah memperoleh tembusannya. Nanti DPP AKLI yang akan menyampaikan kepada para anggotanya, sehingga kami dapat mempersiapkan diri dengan baik.
Dalam pelaksanaan pembangunannya, kami mengharap para pengawas lapangan tidak hanya berperan sebagai pengawas saja, tetapi dapat pula sebagai guru dan pembimbing teknis di lapangan, dengan semboyan "mencegah kesalahan jauh lebih bermanfaat daripada memperbaiki kesalahan (mengulangi pekerjaan)".
- 2. Sejauh mana kemampuan anggota AKLI dalam meng-absorb proyek-proyek yang ada?
- Jenis pekerjaan menurut tegangannya dapat digolongkan ke dalam pekerjaan tegangan rendah, tegangan menengah dan tegangan tinggi. Untuk tegangan rendah dan menengah, kemampuan anggota AKLI telah mencapai 100%, kecuali untuk proses tertentu pada instalasi industri. Pada tegangan tinggi, pekerjaan dapat pula dibagi ke dalam pekerjaan pembangkit, transmisi dan gardu induk. Untuk PLTD, PLTG dan PLTA kecil sudah ada beberapa anggota AKLI yang mampu.
Pekerjaan dapat pula dibagi ke dalam Engineering, Procurement, Construction. Dari ketiga bidang pekerjaan itu, kemampuan kami terbesar pada construction kemudian procurement dan yang masih tertinggal jauh adalah engineering.
Besarnya prosentase kemampuan-kemampuan ini masih sangat kasar berdasar perkiraan saja, karena belum dilakukan riset untuk itu.
- 3. Bagaimana pandangan AKLI atas kontraktor asing yang masih berperan di Indonesia?
- Menurut UU No. 15 tahun 1985 tentang ketenagalistrikan dan PP No. 25 tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (UPTL), hanya anggota AKLI lah yang sebenarnya telah memenuhi ketentuan UPTL di bidang pemasangan instalasi listrik, karena UPTL adalah badan usaha atau perorangan berdasarkan izin menteri. Menurut Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 03 P/461/M.PE/1991, semua instalasi pengusaha (PLN) dan pelanggan PLN harus dikerjakan oleh UPTL di bidang konstruksi ketenagalistrikan (Kontraktor Listrik). Untuk saat ini, pengaturan izin SPI-SIKA (Surat Pengesahan Instalatir - Surat Izin Kerja), mengacu pada SK Direksi PLN No. 051 tahun 1980 dan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi.
Dewasa ini kita mengenal 3 golongan kontraktor listrik yaitu perusahaan nasional yang mempunyai SPI - SIKA (anggota AKLI) , perusahaan nasional yang tidak memiliki SPI-SIKA (bukan anggota AKLI) dan perusahaan asing. Oleh karena itu, kami mengharap pemerintah mau melibatkan anggota AKLI yang terbatas kemampuannya dalam proyek-proyek besar bersama perusahaan nasional non-AKLI dan perusahaan asing dalam bentuk konsorsium. Jangan sampai ada proyek yang hanya ditangani asing saja atau asing dengan pengusaha nasional non-AKLI saja.
Jadi, kami mengusulkan 3 model penanganan proyek kelistrikan. Pertama, proyek sepenuhnya dilaksanakan anggota AKLI seperti gardu induk, transmisi, PTLD, PLTA kecil dan semua instalasi tegangan rendah sampai menengah. Ke dua, proyek dilaksanakan anggota AKLI bersama dengan kontraktor nasional non-AKLI. Ke tiga, proyek yang besar dilaksanakan anggota AKLI bersama kontraktor nasional non-AKLI dan kontraktor asing.
- 4. Bagaimana strategi AKLI dalam menyongsong era globalisasi?
- Kita harus menganut strategi yang mampu memanfaatkan trend globalisasi untuk meningkatkan kemampuan kontraktor listrik (UPTL) seoptimal mungkin, baik dalam aspek teknologi, aspek finansial maupun aspek sumber daya manusia.
Kontraktor indonesia itu merupakan kontraktor kejuangan. Artinya, tidak semua perhitungan harus berdasarkan efisiensi & profit maksimal semata-mata, karena nanti tidak ada kontraktor yang mau membangun di Indonesia Bagian Timur.
Saya tidak sependapat sepenuhnya (100%) bahwa asas-asas globalisasi seperti free fight liberalism, pencapaian efisiensi dan profit sebesar-besarnya harus kita jadikan panglima. Artinya dalam beberapa hal kita harus rela mengorbankan sebagian efisiensi dan profit untuk meningkatkan kemampuan nasional. Dan untuk itu, kita tidak perlu menganut lagi praktek proteksionisme.
- 5. Banyak permohonan untuk menjadi kontraktor listrik dengan memperoleh SPI-SIKA, yang berarti memperketat kompetisi. Bagaimana AKLI mengantisipasinya?
- Paling tidak dalam PELITA VI ini kami mendambakan intensifikasi, bukan ekstensifikasi. Artinya jumlah kemampuan dan mutu kontraktor harus dikendalikan pemerintah. Karena tujuan perizinan itu menurut saya adalah untuk pengendalian jumlah dan kualitas. Sebagai Ketua Umum AKLI, saya susah juga meyakinkan pemerintah untuk pengendalian ini. Bukan berarti AKLI tidak mau menerima anggota baru, tetapi semata-mata untuk mengendalikan mutu dan menyesuaikan dengan "kue" yang ada (program intensifikasi anggota AKLI).
- 6. Apa program AKLI dalam meningkatkan kemampuan anggotanya?
- Untuk meningkatkan SDM melalui pendidikan-pendidikan, kami melakukan kerja sama dengan universitas-universitas seperti dengan Trisakti dalam Kursus Gardu Induk. Pada September 1995, bersama organisasi yang lain kami membentuk Yayasan UPTL. Kami juga bekerja sama dengan bank-bank tertentu untuk pemberian kredit tanpa agunan, meskipun masih dalam jumlah terbatas.
Kami memprogramkan kontraktor besar dapat menjadi "bapak angkat" bagi kontraktor kecil. Hubungan "bapak angkat" - "anak angkat" tidak hanya terbatas pada anggota AKLI tetapi dapat pula antara anggota asosiasi lain dengan anggota AKLI. Kami telah mempunyai kesepakatan dengan GAPENSI (Gabungan Pengusaha Kontruksi), agar pekerjaan listrik anggota GAPENSI seyogyanya di-sub-kontrakkan kepada anggota AKLI.
Kami juga telah mempunyai kesepakatan dengan INKINDO (Ikatan Konsultan Indonesia). Kami minta kepada anggota INKINDO agar setiap proyek yang menggunakan listrik dari PLN, dalam dokumen tendernya dicantumkan bahwa instalasi listriknya harus dilakukan oleh kontraktor yang memiliki SPI-SIKA yaitu anggota AKLI.
- 7. Kelihatanya ada pandangan keraguan dari pihak pemberi kerja atas kemampuan anggota AKLI untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang agak "complicated". Jika hal tersebut benar, bagaimana AKLI menanggapinya?
- Kami bisa menerima jalan pikiran pemberi proyek, jangan sampai proyeknya gagal karena menjadi ajang praktek anggota AKLI. Walaupun perbaikan ulang itu dibebankan biayanya kepada kontraktor pelaksana, tetapi pemilik proyek kehilangan waktu untuk pengawasan ulang dan keterlambatan penyelesaian proyek. Mari kita cari jalan tengah, bagaimana caranya risiko dapat diperkecil. Sekali lagi peran pengawas sangat menentukan. Mengawasi kontraktor asing yang sudah mandiri harus dibedakan dengan mengawasi anggota AKLI yang masih perlu dibimbing. Hal itu memang mengurangi efisiensi, tetapi untuk meningkatkan kemandirian harus ada pengorbanan dari semua pihak. Dan ini merupakan sikap patriotik di alam globalisasi ini.
- 8. Apakah AKLI mempunyai kemampuan untuk tidak hanya menjadi jago kandang, yaitu dengan masuk ke percaturan internasional dan bagaimana strateginya?
- Itu memang juga cita-cita kami. Kami belum mempunyai strategi ke arah itu karena untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri saja ternyata masih sulit.
- 9. Seperti diketahui bahwa pemerintah telah menerbitkan PP No. 25 tahun 1995 yang menempatkan AKLI dalam posisi strategis. Bagaimana harapan AKLI dalam implementasi PP No. 25 tahun 1995 tersebut?
- Kami mengharapkan Peraturan Menteri segera dikeluarkan untuk menindaklanjuti PP tersebut sebagai pedoman pelaksanaannya. AKLI beserta anggotanya mengharapkan agar Peraturan Menteri tersebut mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi dan cita-cita kemandirian kontraktor listrik nasional. Misalnya, semua pekerjaan listrik di tanah air ini harus dikerjakan oleh UPTL yaitu perusahaan yang mempunyai izin dari pemerintah. Artinya, tidak hanya instalasi PLN dan pelanggannya saja, tetapi semua yang berkaitan dengan listrik, baik yang dibangkitkan oleh swasta maupun PLN.
Peraturan Menteri yang akan terbit kami harapkan memuat pula pedoman dalam pemberian perizinan secara bertingkat (golongan SPI-SIKA A, B, C, D secara berjenjang) agar profesionalisme dapat terbina. Kalaupun ada yang langsung ke jenjang yang tinggi, kriterianya harus jelas.
Hendaknya perizinan ini tidak dianggap sebagai regulasi yang menghambat kemajuan. Regulasi ini justru harus dilestarikan karena merupakan tiket ke arah profesionalisme dan alat pengendali yang ampuh, untuk menciptakan kontraktor listrik yang disiplin dan bertanggung jawab.
- 10. Selama ini anggota AKLI lebih banyak melaksanakan proyek di lingkungan PLN dan gedung-gedung pemerintah padahal di instansi lain banyak pekerjaan yang relevan sekali dengan aktivitas AKLI. Bagaimana program AKLI untuk meraih peluang tersebut?
- Tidak benar demikian. Banyak anggota AKLI yang bisa hidup dari proyek swasta dan hanya kecil aktivitasnya di PLN.
- 11. Bapak telah ke tiga kalinya menjadi Ketua Umum DPP AKLI. Bagaimana kesan suka duka selama memimpin tiga periode tersebut?
- Saya sudah menjadi pengurus AKLI sejak pertama kali berdiri tahun 1980 sebagai Ketua Bidang. Sukanya, saya memang hobi berorganisasi, jadi merasa puas bila mampu mengemban tugas organisasi. Selama 16 tahun ini AKLI selalu rukun sesuai dengan mottonya, rukun-trampil-mampu. Dukanya, anggota AKLI tersebar di seluruh Indonesia berjumlah 2623 perusahaan, terdiri atas 24 DPD (Dewan Pimpinan Daerah) dan 72 DPC (Dewan Pimpinan Cabang), yang kemampuannya sangat beragam. Kalau saya bicara di daerah soal "menjadi tuan rumah di negeri sendiri" atau tentang "konsorsium" maka pendengarnya banyak yang mengantuk. Sebaliknya kalau di depan yang besar-besar, yang sudah memikirkan bagaimana mengekspor kemampuan AKLI ke luar negeri, saya bicara tentang "paket-paket listrik, instalasi rumah, izin galian", maka pendengarnya mengantuk juga. Sebagaimana galibnya, dalam mengelola organisasi dibutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, dan pengorbanan kantong sendiri serta pengorbanan perasaan.