ELEKTRO INDONESIA Edisi ke Sembilan, Oktober 1997
Pembangkit yang biasa digunakan pada suatu sistem tenaga listrik (TL)terdiri dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan unit-unit thermal.Pembangkit-pembangkit itu sekarang ini umumnya sudah berhubungan satu dengan yang lainnya atau sudah terinterkoneksi. Setelah beroperasi dalam waktu tertentu maka dari pembangkit-pembangkit itu ada yang keluar. Hal ini disebabkankarena pertama ada unit pembangkit yang rusak tentunya perlu diganti. Kedua ada pembangkit yang istirahat untuk keperluan pemeliharaan. Salah satu contoh rencana pemeliharaan unit pembangkit adalah dengan menggunakan metodeLevelized Resh dari Gaever. Namun dalam aplikasinya harus dibagi dalam dua kriteria pertama unit pembangkit bisa dikeluarkan tanpa adanya penyesuaian. Ke dua unit pembangkit yang dikeluarkan harus diatur dalam kurun waktuyang terbatas. Dengan demikian berarti pada waktu tertentu ada unit pembangkit yang keluar dari sistem, sehingga akan menimbulkan perubahan pada biaya produksi. Tapi setelah habis masa pemeliharaan (overhaul) harus dilakukan evaluasi koefisien ongkos pembebanan hal ini dilakukan untuk memperoleh akurasi yang baik. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana meminimumkan ongkos tapi memenuhi tingkat sekuriti. Biasanya pada operasi pembangkit thermal biaya yang dihitung hanyalah biaya bahan bakar, halini karena komponen biaya yang lainnya dinaggap konstan. Berarti kalau saja bisa dihemat penggunaan bahan bakar itu maka pengeluaran biaya pada pengoprasian sistem tenaga listrik bisa dikurangi. Sementara itu beban yang akan dilayaninya berubah-ubah menurut waktu, jadi yang penting adalah bagaimana dalam oprasi pembangkit hidro-thermal itu bisa dihemat penggunaanbahan bakar. Kemudian dengan menggunakan metode dynamic programing dapat dicari alternatif pembebanan hidro thermal yang optimum. Sedangkan kemampuan pembangkit thermal dapat diketahui dengan menggunakan effective capabilitydari Gaever :
C" = C - M In (1-r+r.Cc/m)
Di mana : C" = Effective capability (MW)
C = Installed capacity
M = System characteristic
r = FOR (forced outage rate)
Dan untuk pembangkit hidro kemampuan maximun bisa diketehui dari model oprasi dan situasi air.
Gambar 1 menunjukkan jalur pembagian beban untuk beban harian dari suatusistem unit pembangkit hidro-termis. Setelah jalur itu ditentukan, maka kemudian dalam jalur beban unit pembangkit termis perlu dibuat jadual operasi unit-unit pembangkit yang optimum. Hal ini timbul karena efisiensi unit pembangkit termis tergantung pada pembebanannya dan unit PLTU kebanyakan tidak dapat dioperasikan star-stop dalam waktu kurang dari dua jam. Hal ini karena PLTU itu tidak bisa diberi beban yang rendah sedang kalau diberi beban rendah maka efisiensinya akan turun. Selain dari itu memberhentikan unit PLTU untuk satu/dua hari saja umumnya tidak bisa diikuti dengan pemadaman api ketel sama sekali, sehingga ada no load loss. Untuk unit PLTG star-stopharus diperhitungkan dengan "time between overhaul", di mana makin sering unit PLTG mengalami star-stop dalam operasinya makin pendek"time between over haulnya karena star-stop langsung menambah keausan(detoration) turbin gas. Mengingat hal-hal tersebut di atas maka jadwal operasi (star-stop) unit-unit termis perlu dioptimasikan dan untuk keperluanitu maka digunakanlah metode " dynamic program ". Sementara itu untuk mencari jalur yang optimum dapat digunakan metoda gradient, metoda dynamic programing atau prioryty curve. Dalam proses optimasi hidro-termisitu ada dua hal yang perlu diperkirakan terlebih dahulu yaitu :
Optimasi hidro-termis itu merupakan optimasi jangka pendek yaitu sampai dengan jangka waktu satu minggu mengingat bahwa beban harian (setiap jam)serta perkiraan air yang masuk ke pembangkit sukar diperkirakan secara teliti untuk jangka waktu lebih dari satu minggu.
Keandalan kapasitas pembangkit didefenisikan sebagai persesuaian antara kapasitas pembangkit yang terpasang terhadap kebutuhan beban. Dengan demikian sistem pemabngkit itu akan mampu melayani kebutuhan beban secara kontinyu.Jika pembebanan melebihi kapasitas beban pembangkit maka akan mengakibatkan hilangnya beban (loss of load) atau kapasitas yang tersedia tidak mampulagi mengatasi beban yang harus dilayani. Hal inilah yang mengakibatkan sistem menjadi tidak handal, oleh karena itu kapasitas terpasang di dalam sistem harus selalu lebih besar dari beban puncak sistem. Di mana kelebihanbeban itu digunakan sebagai cadangan untuk mempertahankan keandalan sistem pada setiap operasi.
Dalam kaitan itu maka dibutuhkan suatu ukuran untuk mengetahui tingkat keadan dalan dari suatu sistem yaitu dengan mengetahui indeks keandalan.. Indeks keandalan itu sendiri adalah ukuran tingkat keandalan dari suatu sistem pembangkit. Di mana makin kecil indeks keandalan maka makin baik tingkat keandalannya. Sedang metoda yang biasa digunakan untuk menentukan indeks itu adalah dengan metoda LOLP (loss of load probability) atau sering dinyatakan sebagai LOLE (loss of load expectation). Probabilitaskehilangan beban adalah metode yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keandalan dari suatu sistem pembangkit dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya peristiwa sistem pembangkit tidak dapat mensuplai beban secara penuh. Nilai probabilitas kehilangan beban dinyatakan dalam besaran haripertahun, yang berarti sejumlah hari dalam satu tahun kemungkinan terjadinya daya tidak tersedia (capacity outage) lebih besar dari kapasitas cadangan(reserved capacity). Jadi nilai tersebut merupakan resiko tahunan yang dihadapi oleh sistem pembangkit dalam melayani kebutuhan beban. Sementara itu kehilangan beban hanya akan terjadi bila kapasitas pembangkitan yang tersedia dalam pelayanan lebih kecil dari tingkat beban. Kapasitas pembangkit yang tersedia bisa diketahui dengan probalitas berarti hal ini menggunakan metode stastik. Adapun dasar statitiknya adalah probabilitas suatu unit yang gagal dan unit pembangkit yang berada dalam keadaan berkurang kapasitasnya karena kegagalan. Sedangkan untuk menghitung probabilitas daya tak tersedia digunakan cara pertama hukum binomial yaitu untuk sistem dengan unit-unit pembangkit yang indentik. Ke dua persamaan rekursif digunakan untuk sistem dengan unit-unit pembangkit yang indentik. Sementara itu probalitas tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk pertama probalitas pasti p(x) yang menyatakan probabilitas terjadinya daya tidak tersedia sebesar x MW. Ke dua probabilitas kumulatif P(x) yang menyatakan probabilitas terjadinya data tidak tersedia sebesar x MW.
Dalam sistem tenaga listrik suatu unit pembangkitnya mempunyai dua keadaanya itu keadaan tersedia (up) dan keadaan tak tersedia (down). Interval ab menggambarkan perieda operasi di antara dua keadaan kegagalan. Bila interval waktu yang diamati banyak, maka waktu rata-rata di antara kegagalan (MTBF)adalah :
MTBF = Jumlah periode operasi / Jumlah kegagalan
MTBF ini menggambarkan keadaan tersedia rata-rata dan dinyatakan dalam dengan m. Interval cd menggambarkan keadaan tidak tersedia (down state)di antara dua keadaan operasi (up). Bila interval yang diamati banyak,maka waktu rata-rata tidak tersedia di antara dua keadaan operasi yang dinyatakan r adalah :
r = waktu jatuh total/jumlah keadaan jatuh total
Dari uraian di atas ternyata bahwa probabilitas unit berada dalam keadaantersedia (up) adalah :
Pup = m / (m+r)
Pada persamaan di atas m adalah waktu operasi rata-rata dan (m + r)adalah waktu siklus rata-rata yang dinyatakan dengan T analog dengan persamaan(1), ketidak tersediaan suatu unit pembangkit di dalam sistem dapat pula dinyatakan dengan :
Pdown = r / (m+r) = r / R = Q
Ketidak tersediaan suatu unit pembangkit dalam sistem sering pula disebut sebagai angka gagal paksa (FOR = forced outage rate) dari unit pembangkit tersebut. Ke dua keadaan di atas (up dan down) merupakan komplementer dan karenanya mempunyai hubungan R + Q = 1.
Perubahan beban pembangkit ada tiga macam :
Perubahan beban tersebut dapat direncanakan dalam mingguan berdasarkan hasil perhitungan optimasi hidro-termis dan berdasarkan jadual operasi unit pembangkit. Namun untuk keperluan pengaturan online Economic Load Dispatch dan pengaturan frekuensi harus dipilih unit-unit pembangkit yang mampu mengikuti perubahan beban yang relatif cepat. Unit-unit pembangkitdengan bahan bakar minyak dapat mengikuti program on-line Economic Load Dispatch dan program Kontrol Frekuensi dengan tetap memperhatikan kendala-kendala yang berlaku untuk unit pembangkit yang bersangkutan.
Oleh : Deni Almanda