Nomor 35, Tahun VI, Februari
2001
|
|||||||||
ELEKTRONIKA |
Pembuatan Keramik Barium Titanat untuk Peralatan Elektronik |
||||||||
NOBEL Fisika 2000 untuk Perintis Rangkaian Terpadu dan Opto-Elektronika |
AbstrakPEMBUATAN KERAMIK BARIUM TITANAT UNTUK PERALATAN ELEKTRONIK : Telah dilakukan pembuatan keramik barium titanat (BaTiO3) dari bubuk BaTiO3 yang mempunyai kemurnian tinggi (99,99 %). Bubuk ini dimampatkan pada daya tekan 3000 kg/cm2 dengan menggunakan alat "oil pressure", kemudian dikalsinasi pada variasi temperatur yaitu : 900 0C (selama 6 jam), 1000 0C (selama 7 jam 30 menit), 1100 0C (selama 9 jam), 1200 0C (selama 10 jam 40 menit) dan 1350 0C (selama 12 jam 50 menit) dengan menggunakan "electric furnace". Keramik yang terbentuk diukur nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielectric loss"nya dengan menggunakan metode LCR meter. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa semakin tinggi temperatur kalsinasi dari keramik BaTiO3 ini maka nilai konstanta dielektriknya semakin besar sedangkan nilai "dielectric loss"nya semakin kecil. Pada temperatur kalsinasi yang terendah (yaitu 900 0C) nilai konstanta dielektriknya adalah 818 dan nilai "dielectric loss"nya adalah 56,1 %, sedangkan pada temperatur kalsinasi tertinggi (yaitu 1350 0C) nilai konstanta dielektriknya menjadi 3820 dan nilai "dielectric loss"nya menjadi 10,1 %. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur kalsinasinya maka keramik yang terbentuk semakin sempurna sehingga nilai konstanta dielektriknya semakin besar sedangkan nilai "dielectric loss"nya semakin kecil.PendahuluanBarium titanat (BaTiO3) adalah suatu bahan yang bersifat feroelektrik dan mempunyai struktur kristal perovskite (ABO3), yang sampai saat ini masih banyak diteliti secara luas. BaTiO3 ini mempunyai struktur kristal yang jauh lebih sederhana bila dibanding dengan bahan feroelektrik lainnya. Ditinjau dari segi penggunaannya, bahan ini sangat praktis karena sifat kimia dan mekaniknya sangat stabil, mempunyai sifat feroelektrik pada temperatur ruang sampai di atas temperatur ruang karena mempunyai temperatur Curie (Tc) pada 120 0C. Bahan ini dapat dibuat dengan mudah dan digunakan dalam bentuk keramik.Keramik BaTiO3 mempunyai nilai konstanta dielektrik yang sangat besar pada temperatur ruang, tetapi juga mempunyai nilai "dielectric loss" nya besar pula. Namun demikian, keramik BaTiO3 ini sangat banyak digunakan dalam industri bahan elektronik, terutama sebagai bahan kondensor, dan juga banyak digunakan pada peralatan pembangkit tekanan tinggi, detektor infra merah, dan industri-industri peralatan elektronik lainnya. Besarnya nilai konstanta dielektrik ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah temperatur kalsinasi saat pembuatan keramiknya. Oleh karena itu, nilai konstanta dielektrik dari suatu keramik merupakan suatu fungsi temperatur. Semakin tinggi temperatur kalsinasi saat pembuatan keramiknya maka nilai konstanta dielektriknya semakin besar pula. Bahan dari keramik BaTiO3 terdiri dari campuran bubuk barium karbonat (BaCO3) dan bubuk titanium oksida (TiO2) dengan perbandingan 3 : 1. Dengan bantuan temperatur kalsinasi yang tinggi maka akan terjadi reaksi pembentukan keramik dari campuran kedua jenis bubuk ini. Reaksi pembentukan keramik tersebut adalah sebagai berikut : BaCO3 + TiO2
BaTiO3 + CO2 (1)
PercobaanKeramik BaTiO3 dibuat dari bubuk BaTiO3 (kira-kira 0,5 g) yang mempunyai kemurnian tinggi (99,99 %), kemudian dimampatkan pada daya tekan 3000 kg/cm2 dengan menggunakan peralatan "oil pressure". Pemampatan dilakukan dengan daya tekan tinggi agar lempengan keramik yang terbentuk tidak rapuh (tidak mudah pecah) dan ketika dikalsinasi maka permukaan lempengan keramik ini tidak melengkung. Lempengan keramik ini berbentuk bulat dengan ukuran sebagai berikut : diameter 20 mm dan tebal 0,5 mm. Lempengan keramik ini diletakkan diatas plat alumina dan dimasukkan kedalam "electric furnace" untuk dikalsinasi. Kalsinasi dilakukan pada variasi temperatur yaitu : 900 0C (selama 6 jam), 1000 0C (selama 7 jam 30 menit), 1100 0C (selama 9 jam), 1200 0C (selama 10 jam 40 menit) dan 1350 0C (selama 12 jam 50 menit). Variasi waktu kalsinasi dilakukan agar kenaikan temperatur secara bertahap sehingga reaksi menjadi lebih sempurna.Semua lempengan keramik hasil kalsinasi ini diukur nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielectric loss"nya dengan menggunakan metoda LCR meter pada temperatur ruang (30 0C). Metode LCR meter ini didasarkan pada pengukuran kapasitansi dari bahan (Cx), sehingga dengan menggunakan rumus berikut nilai konstanta dielektrik dapat dihitung, sedangkan data untuk nilai "dielectrik loss" bahan langsung terbaca pada alat. ta x
Cx
Keterangan :
Hasil dan PembahasanDari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan keramik BaTiO3 dengan 6 jenis temperatur kalisnasi, yang ditunjukkan pada tabel 1. Pada tabel ini dapat telihat bahwa semakin tinggi temperatur kalsinasi pembuatan keramik BaTiO3 maka nilai konstanta dielektriknya semakin tinggi, sedangkan nilai "dielectric loss"nya semakin kecil. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur kalsinasi maka keramik yang terbentuk semakin sempurna. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielectric loss" dari suatu keramik sangat dipengaruhi oleh temperatur kalsinasinya.Tabel 1. Nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielectric loss" keramik BaTiO3 Pada temperatur kalsinasi paling rendah yaitu 900 0C, konstanta dielektrik keramik BaTiO3 menunjukkan nilai paling kecil (818), sedangkan "dielectric loss"nya menunjukkan nilai paling besar. Hal ini disebabkan karena pada temperatur 900 0C baru mulai terbentuk reaksi pembentukan keramik ini dan melepaskan gas CO2 dan gas-gas lainnya yang terkandung di dalam bahan dasarnya (bubuk BaTiO3) sebagai hasil samping dari reaksi ini, sehingga pembentukan keramik belum sempurna. Pada temperatur 1100 0C terlihat nilai konstanta dielektrik pengalami peningkatan yang besar (menjadi 1728) sedangkan nilai "dielectric loss"nya mengalami penurunan yang besar pula. Dari hasil ini dapat terlihat bahwa pada temperatur 1100 0C ini mulai terbentuk reaksi pembentukan keramik BaTiO3. Pada temepratur 1100 0C ini, terjadi reaksi antara Ba dan Ti yang dimulai dengan pemuaian atom-atom tersebut. Dengan peningkatan temperatur kalsinasi ini maka nilai konstanta dielektriknya meningkat terus sedangkan nilai "dielectric loss"nya menurun terus sesuai dengan peningkatan temperatur. Nilai konstanta dielektrik terbesar yaitu 3820 sedangkan nilai "dielectric loss"nya paling kecil yaitu 10,1 %, didapat pada temperatur kalsinasi 1350 0C. Ini berarti bahwa pada temperatur 1350 0C reaksi pembentukan keramik BaTiO3 sudah sempurna. Jelaslah bahwa nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielectric loss" ini merupakan fungsi dari temperatur. KesimpulanDari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielctric loss" dari keramik BaTiO3 sangat dipengaruhi oleh temperatur kalsinasinya. Semakin tinggi temperatur kalsinasi maka reaksi pembentukan keramik BaTiO3 semakin sempurna sehingga nilai konstanta dielektriknya semakin besar sedangkan nilai "dielectric loss"nya semakin kecil. Dalam penelitian ini, temperatur kalsinasi terendah untuk pembuatan keramik BaTiO3 adalah 900 0C sehingga didapatkan nilai konstanta dielektriknya 818 dan nilai "dielctric loss"nya 56,1 %. Sedangkan temperatur kalsinasi tertingginya adalah 1350 0C, didapatkan nilai konstanta dielektriknya sebesar 3820 dan nilai "dielectric loss"nya sebesar 10,1 %.Daftar Pustaka
YUNASFI adalah staf peneliti di Pusat Pendayagunaan Iptek Nuklir (PPdIN), Badan Tenaga Nuklir (BATAN), Jakarta. |
||||||||
Artikel lain: |