Nomor 35, Tahun VI, Februari
2001
|
|||||||||
ENERGI |
Meningkatkan Efisiensi PLTU Batu Bara |
||||||||
|
PLTU yang pertama kali beroperasi
di Indonesia yaitu pada tahun 1962 dengan kapasitas 25 MW, suhu 500 ¼C,
tekanan 65 Kg/cm2, boiler masih menggunakan pipa biasa dan pendingin generator
dilakukan dengan udara. Kemajuan pada PLTU yang pertama adalah boiler sudah
dilengkapi pipa dinding dan pendingin generator dilakukan dengan hidrogen,
namun kapasitasnya masih 25 MW. Bila dayanya ditingkatkan dari 100 - 200
MW, maka boilernya harus dilengkapi super hiter, ekonomizer dan tungku
tekanan. Kemudian turbinnya bisa melakukan pemanasan ulang dan arus ganda
dan pendingin generatornya masih menggunakan hidrogen. Hanya saja untuk
kapasitas 200 MW uap yang dihasilkan mempunyai tekanan 131,5 Kg/cm2 dan
suhu 540 ¼C dan bahan bakarnya masih menggunakan minyak bumi.
Ketika kapasitas PLTU sudah mencapai 400 MW maka bahan bakarnya sudah tidak menggunakan minyak bumi lagi melainkan batu bara. Batu bara yang dipakai secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu batu bara berkualitas tinggi dan batu bara berkualitas rendah. Bila batu bara yang dipakai kualitasnya baik maka akan sedikit sekali menghasilkan unsur berbahaya, sehingga tidak begitu mencemari lingkungan. Sedang bila batu bara yang dipakai mutunya rendah maka akan banyak menghasilkan unsur berbahaya seperti Sulfur, Nitrogen dan Sodium. Apalagi bila pembakarannya tidak sempurna maka akan dihasilkan pula unsur beracun seperti CO, akibatnya daya guna menjadi rendah. PLTU batu bara di Indonesia yang pertama kali dibangun adalah di Suryalaya pada tahun1984 dengan kapasitas terpasang 4 x 400 MW. Kemudian PLTU Bukit Asam dengan kapasitas 2 x 65 MW pada tahun 1987. Dan pada tahun 1993-an beroperasi pula PLTU Paiton 1 dan 2 masing-masing dengan kapasitas 400 MW. Kemudian PLTU Suryalaya akan dikembangkan dari unit 5 - 7 dengan kapasitas 600 MW/unit. PLTU batu bara pada tahun 1994 kapasitasnya sudah mencapai 2.130 MW (16% dari total daya terpasang). Pada tahun 2003 kapasitasnya diperkirakan sekitar 12.100 MW (37%), tahun 2008/09 mencapai 24.570 MW (48%) dan pada tahun 2020 sekitar 46.000 MW. Sementara itu pemakaian batu bara pada tahun 1995 tercatat bahwa untuk menghasilkan energi listrik sebsar 17,3 Twh dibutuhkan batu bara sebanyak 7,5 juta ton. Dan pada tahun 2005 pemakaian batu bara diperkirakan mencapai 45,2 juta ton dengan energi listrik yang dihasilkan mencapai 104 Twh. Banyaknya pemakaian batu bara tentunya akan menentukan besarnya biaya pembangunan PLTU. Harga batu bara itu sendiri ditentukan oleh nilai panasnya (Kcal/Kg), artinya bila nilai panas tetap maka harga akan turun 1% pertahun. Sedang nilai panas ditentukan oleh kandungan zat SOx yaitu suatu zat yang beracun, jadi pada pembangkit harus dilengkapi alat penghisap SOx. Hal inilah yang menyebabkan biaya PLTU Batu bara lebih tinggi sampai 20% dari pada PLTU minyak bumi. Bila batu bara yang digunakan rendah kandungan SOx-nya maka pembangkit tidak perlu dilengkapi oleh alat penghisap SOx dengan demikian harga PLTU batu bara bisa lebih murah. Keunggulan pembankit ini adalah bahan bakarnya lebih murah harganya dari minyak dan cadangannya tersedia dalam jumlah besar serta tersebar di seluruh Indonesia. Sistim Kerja PLTU Batu bara1. Sistim pembakaran batu bara bersihAdapun prinsip kerja PLTU itu adalah batu bara yang akan digunakan/dipakai dibakar di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan NOx yang rendah. Batu bara sebelum dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras, kemudian dimasukkan ke wadah (boiler) dengan cara disemprot, di mana dasar wadah itu berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran bisa terjadi dengan bantuan udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa, akibatnya butir bata bara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan butir-butir batu bara yang mengambang. Selain mengambang butir batu bara itu juga bergerak berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek yang baik sehingga butir itu habis terbakar. Karena butir batu bara relatif mempunyai ukuran yang sama dan dengan jarak yang berdekatan akibatnya lapisan mengambang itu menjadi penghantar panas yang baik. Karena proses pembakaran suhunya rendah sehingga NOx yang dihasilkan kadarnya menjadi rendah, dengan demikian sistim pembakaran ini bisa mengurangi polutan. Bila ke dalam tungku boiler dimasukkan kapur (Ca) dan dari dasar tungku yang bersuhu 750 - 950 ¼C dimasukkan udara akibatnya terbentuk lapisan mengambang yang membakar. Pada lapisan itu terjadi reaksi kimia yang menyebabkan sulfur terikat dengan kapur sehingga dihasilkan CaSO4 yang berupa debu sehingga mudah jatuh bersama abu sisa pembakaran. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengurangan emisi sampai 98% dan abu CaSO4-nya bisa dimanfaatkan. Keuntungan sistim pembakaran ini adalah bisa menggunakan batu bara bermutu rendah dengan kadar belerang yang tinggi dan batu bara seperti ini banyak terdapat di Indonesia. 2. Proses terjadinya energi listrik
Generator biasanya berukuran besar dengan jumlah lebih dari satu unit dan dioperasikan secara berlainan. Sedangkan generator ukuran menengah didisain berdasarkan asumsi bahwa selama masa manfaatnya akan terjadi 10.000 kali star-stop. Berarti selama setahun dilakukan 250 x star-stop maka umur pembangkit bisa mencapai 40 tahun. Bila daya generator meningkat maka kecepatannya meningkat pula dan bila kecepatan kritikan dilalui maka perlu dilakukan pengendalian poros generator supaya tidak terjadi getaran. Untuk itu konstruksi rotor dan stator serta mutu instalasi perlu ditingkatkan. Boilernya menggunakan sirkulasi alam dan menghasilkan uap dengan tekanan 196,9 kg/cm2 dan suhu 554¼C. PLTU ini dilengkapi dengan presipitator elektro static yaitu suatu alat untuk mengendalikan partikel yang akan keluar cerobong dan alat pengolahan abu batu bara. Sedang uap yang sudah dipakai kemudian didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan air yang dialirkan ke dalam boiler. Pada waktu PLTU batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya begitu cepat, sehingga mengakibatkan kondensor menjadi panas. Sedang untuk mendinginkan kondensor bisa digunakan air, tapi harus dalam jumlah besar, hal inilah yang menyebabkan PLTU dibangun dekat dengan sumber air yang banyak seperti di tepi sungai atau tepi pantai. EfisiensiBila pada PLTU batu bara tekanan kondensornya turun, maka daya gunanya meningkat. Biasanya tekanan kondensor berhubungan langsung atau berbanding lurus dengan besarnya suhu air pendingin yang berasal dari uap pada kondensor. Jadi bila suhu itu rendah, maka tahanannya juga rendah dan pada suhu terendah akan dihasilkan/terjadi tekanan jenuh. Karena air pendingin itu biasanya terdiri dari air yang berasal dari uap turbin dan air berasal dari laut dan sungai. Akibatnya suhu terendah besarnya sesuai dengan air yang digunakan sehingga tekanan jenuh sulit diperoleh. Peningkatan daya guna bisa dilakukan dengan pemanasan ulang dan pembakaran batu bara yang kurang bermutu 1. Pemanasan Ulang
Uap dari boiler dimasukan/dialirkan
ke bagian TT, setela h uap itu dipakai dialirkan kembali ke boiler untuk
pemanasan ulang. Kemudian uap dari boiler itu dialirkan lagi ke turbin
TR untuk dipakai sebagai penggerak generator. Dengan demikian jumlah energi
yang bisa dimanfaatkan menjadi besar akibatnya daya guna atau efiseinsi
menjadi besar pula. Dari sini bisa disimpulkan bila turbin dibagi menjadi
tiga bagian yaitu TT, TM, dan TR maka energi yang diperoleh juga besar,
hal ini biasanya digunakan pada mesin dengan ukuran besar.
2. Pembakaran Lapisan Mengambang Bertekanan
Em = Ek + Eb
Sedangkan efisiensinya bisa dihitung dengan
rumus :
n = Ek / Em = (Em - Ek)
/ Em
Gambar-2 : PLTU dengan
proses pemanasan ulang
|
||||||||
Artikel lain: |