ELEKTRO INDONESIA Edisi ke Lima, Desember 1996
Pembangunan Tenaga Listrik Swasta
Kebijaksanaan Pembangunan
Menghadapi perkembangan pembangunan yang akan datang tersebut serta dengan memperhatikan keperluan dana pembangunan yang diperlukan cukup besar, dalam REPELITA VI dan VII dana pembangunan yang diperlukan diperkirakan sebesar 61,8 milyar dolar Amerika (kurang lebih 150 trilyun Rupiah), sedangkan kemampuan Pemerintah dan PLN, dalam penyediaan dana tersebut sangat terbatas, maka sesuai UU No. 15 Tahun 1985 dan Keppres No. 37 Tahun 1992, Pemerintah membuka jalan bagi usaha ketenagalistrikan oleh swasta dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah membuka kesempatan partisipasi swasta dalam sektor tenaga listrik, maka Pemerintah mengambil langkah kebijaksanaan untuk :
- Meningkatkan kinerja PLN melalui restrukturisasi, komersialisasi dan korporatisasi;
- Menyempurnakan struktur tarif dasar listrik agar lebih mencerminkan biaya penyediaan secara ekonomis;
- Menyempurnakan kelembagaan dan pengaturan sektor tenaga listrik agar tercipta iklim usaha yang sehat dan kompetitip sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi;
- Memberi kesempatan yang adil bagi para pelaku penyedia tenaga listrik (PLN dan swasta) untuk menggunakan semua sumber daya energi primer, berdasarkan harga yang ditentukan oleh mekanisme pasar; dan
- Mengambil langkah-langkah untuk mendorong penghematan energi dan menjaga kelestarian lingkungan.
Peranan Listrik Swasta dalam RUKN yang akan datang
Sesuai ketentuan Undang-undang No. 15 tahun 1985 dan Keppres No. 37 Tahun 1992, maka swasta diberi kesempatan untuk turut berpartisipasi dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Tujuan kehadiran listrik swasta adalah :
- Membantu usaha PLN memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik,
- Menciptakan iklim usaha yang kompetitif,
- Mendorong kedua pihak, baik PLN maupun swasta, untuk meningkatkan efisiensi dan melanjutkan pembangunan ketenagalistrikan secara berkesinambungan.
Oleh karena itu peranan dan kontribusi sektor swasta dalam pembangunan dan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, merupakan kemitraan usaha PLN dalam pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional dan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan lagi dari RUKN yang dapat dilaksanakan secara serasi, selaras dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan kondisi sebagai berikut :
- Adanya sistem usaha yang kondusif yang didukung oleh tekad politik yang konsisten dari Pemerintah,
- Peraturan yang transparan, menyeluruh dan konsisten dalam menetapkan tata-cara pengembangan dan pengusahaan listrik yang benar-benar harus ditaati baik oleh PLN, sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK), maupun oleh pengusaha listrik swasta, sebagai mitra PLN yang merupakan Pemegang Ijin Usaha Ketenagalistrikan (PIUK).
Sarana ketenagalistrikan yang dapat dibangun oleh PLN akan sangat tergantung kepada kemampuan penyediaan dana investasi yang didasarkan kepada proyeksi keuangannya dan peranan partisipasi swasta akan seiring dengan hal tersebut, dengan pola pelaksanaannya sebagaimana tercantum dalam RUKN dilakukan sebagai berikut :
- Berdasarkan alokasi daya yang diperlukan sesuai RUKN per tahun per wilayah/daerah/sistem ketenagalistrikan, PLN menetapkan sarana ketenagalistrikan (proyek-proyek) yang akan dibangun sesuai kemampuan penyediaan dana investasinya.
- Sarana ketenagalistrikan yang masih diperlukan, akan dibangun oleh pihak swasta dengan cara tender, dengan pola Membangun, Mengoperasikan dan Memiliki (Build, Operate, and Own, BOO) untuk Pembangkit dan Membangun, Mentransfer dan Menyewakan (Build, Transfer, and Leasing, BTL) atau Membangun, Memelihara dan Mentransfer (Build, Maintain, and Transfer, BMT) untuk Transmisi.
Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan
Pengembangan ketenagalistrikan dalam PELITA VI dan seterusnya akan diwarnai dengan makin berkurangnya keterlibatan langsung Pemerintah dalam kegiatan investasi di bidang usaha penyediaan tenaga listrik. Dalam kaitan ini peranan Pemerintah sudah berangsur-angsur dialihkan dari peranan yang bersifat langsung menjadi peranan yang bersifat akomodatif yang meliputi:
Pertama, peranan Pemerintah diarahkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan dan rangsangan bagi terselenggaranya investasi oleh para pelaku ekonomi. Kemudahan-kemudahan dalam perijinan, aspek kepemilikan, pembiayaan industri, pengaturan ketenagakerjaan, perpajakan, teknologi dan pengaturannya, pelayanan informasi dan sebagainya.
Kedua, peranan Pemerintah dalam menetapkan peraturan yang transparan serta menciptakan peraturan iklim usaha yang kondusif agar para pelaku ekonomi dapat merasa aman, tertarik dalam melakukan usahanya, terlindung dari persaingan-persaingan yang tidak sehat, menuju pertumbuhan atas dasar mekanisme pasar yang terkendali dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Dengan demikian akan mendorong tumbuhnya minat masyarakat untuk melaksanakan investasi termasuk penanaman modal langsung dari luar negeri.
Sehubungan hal tersebut, saat ini Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi sedang mempersiapkan penyusunan bahan yang dapat dipergunakan untuk mempertegas dan memperkokoh aspek pengaturan ketenagalistrikan nasional melalui studi-studi sebagai berikut :
- Penyempurnaan pengaturan di bidang ketenagalistrikan (Institutional and Regulatory Reform),
- Restrukturisasi pengaturan di bidang tenaga listrik swasta (Private Power Regulatory Framework),
- Penyusunan model dokumen tender, evaluasi dan negosiasi proyek-proyek tenaga listrik swasta.
Diharapkan dengan selesainya penyempurnaan peraturan di bidang ketenagalistrikan nasional tersebut akan merupakan landasan bagi pengembangan sub sektor listrik selanjutnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkesinambungan menghadapi era perdagangan bebas yang mempunyai ciri-ciri transparansi dan kompetisi, di mana pihak swasta akan mempunyai peranan yang sangat penting.
Peraturan Perundang-Undangan dan Berbagai Fasilitas/Insentif bagi Swasta dalam Pembangunan Energi dan Tenaga Listrik
Pemerintah telah memberi kesempatan kepada sektor swasta untuk membangkitkan dan menyediakan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Beberapa peraturan dasar yang telah diterbitkan dalam rangka pembangunan tenaga listrik swasta adalah :
Undang-undang No. 15 Tahun 1985
Dalam hal memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata dan untuk meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Koperasi dan Badan Usaha Swasta untuk menyediakan tenaga listrik, baik untuk kepentingan sendiri (IUKS) maupun untuk kepentingan umum (IUKU), yang meliputi jenis usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik dan distribusi tenaga listrik.
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989
Menurut Peraturan Pemerintah, perusahaan swasta dan investor, sebagai pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum (IUKU), dapat berpartisipasi meliputi :
- Daerah di mana PLN telah beroperasi tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan tenaga listrik di daerah tersebut; proyek-proyek listrik swasta setelah memperoleh ijin dapat membangkitkan dan menjual tenaga listriknya kepada PLN untuk didistribusikan ke masyarakat umum.
- Di daerah di mana PLN belum beroperasi, investor swasta yang sudah mendapat ijin diperbolehkan membangkitkan tenaga listrik baik untuk pemakaian sendiri atau langsung dijual kepada pihak lain.
Keputusan Presiden No. 37 Tahun 1992
Hal-hal penting yang tercantum dalam Keputusan Presiden ini antara lain adalah sebagai berikut :
- Pembangunan tenaga listrik swasta dilakukan dengan mengutamakan pola pelaksanaan Membangun, Mengoperasikan dan Memiliki (Build, Operate, and Own [BOO]). Investasi swasta dilakukan dengan mengikuti ketentuan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
- Pembangunan tenaga listrik swasta mengutamakan penggunaan sumber energi primer di luar minyak bumi serta dengan memperhatikan perkembangan-perkembangan pelestarian lingkungan. Pemasokan energi primer yang diperlukan dilakukan sendiri oleh PIUKU dengan mengutamakan produksi dalam negeri.
- Harga jual tenaga listrik wajib mencerminkan biaya yang paling ekonomis atas dasar kesepakatan bersama dan perlu mendapatkan persetujuan Menteri Pertambangan dan Energi.
- Atas barang modal dalam rangka usaha penyediaan tenaga listrik swasta diberikan beberapa fasilitas (lihat Keputusan Menteri Keuangan No. 128/ KMK.OO/1993).
Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 02P/03/M.PE/1993 dan No. 04P/03/M.PE/1995
Hal-hal yang penting dari Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.02.P/03/M.PE/ 1993 dan No. 04.P/03/M.PE/1995 adalah sebagai berikut :
- Ada dua tipe proyek listrik swasta yang menyediakan tenaga listrik untuk kepentingan umum, kedua-duanya sebagai pemegang IUKU :
Tipe 1 :
Proyek yang merupakan pelaksanaan sebagian proyek-proyek yang ditentukan Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Bidang Tenaga Tistrik (SOLICITED PROJECT).
Tipe 2 :
Proyek yang diusulkan oleh pihak swasta untuk dipertimbangkan oleh Pemerintah (UNSOLICITED PROJECT).
- Pelaksana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta untuk Kepentingan Umum, dapat meliputi:
- Usaha pembangkit tenaga listrik dan menjual kepada :
• PKUK (= PLN),
• Pemegang IUKU lainnya,
• Masyarakat.
- Penyewaan jaringan transmisi dan/atau jaringan distribusi.
Untuk SOLICITED PROJECT harus menjual tenaga listriknya ke PLN, sedangkan untuk UNSOLICITED PROJECT dapat memilih salah satu tersebut pada 2(a).
- Bagi proyek yang diusulkan oleh swasta (UNSOLICITED), Pemerintah akan melakukan evaluasi dengan memperhatikan pertimbangan PLN yang meliputi :
- Kemampuan PKUK (PLN) dalam menyediakan tenaga listrik,
- Rencana PKUK (PLN) dalam pengembangan sarana penyediaan tenaga listrik,
- Pengaruh proyek ketenagalistrikan yang diusulkan terhadap sistem ketenagalistrikan PKUK (PLN) dan kemungkinan interkoneksi.
Keputusan Menteri Keuangan No. 128/KMK.00/1993
Sebagai tindak lanjut dari Keppres No. 37 Tahun 1992, Menteri Keuangan menerbitkan keputusan untuk memberikan berbagai fasilitas atas barang modal dalam rangka usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta berupa :
- Pembebasan atas pembayaran bea masuk untuk impor barang modal,
- Tidak dipungut pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
- Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Barang Mewah (PPN dan PPnBM) yang terhutang ditangguhkan.
Akan tetapi sehubungan dengan adanya Undang-undang Perpajakan yang baru No. 9 Tahun 1994 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan Surat Dirjen Pajak No. S-53/PJ./1995 tanggal 26 September 1995 perihal perpajakan masa transisi pemberian fasilitas penangguhan pembayaran PPN/PPnBM atas impor barang modal tertentu, maka pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan penangguhan pajak atas barang impor hanya diperlukan pada perusahaan yang telah mendapat Surat Pemberitahuan Persetujuan Presiden dari BKPM sebelum tanggal 1 April 1996 dan pemasukan barang untuk keperluan konstruksi dilaksanakan sebelum tanggal 1 April 1999.
Bersambung ke Keputusan Pemerintah No. 20 Tahun 1994;