ELEKTRO INDONESIA Edisi ke Sepuluh, November 1997
Secara teknis multimedia bisa didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengeksploitasi perangkat komputer untuk mengolah informasi baik itu video, citra diam (still picture), grafik, teks, suara, maupun data dan menampilkannya dalam satu layanan yang simultan. Lalu, bagaimana multimedia bisa menjadi begitu superior? Jawabnya terletak pada kemajuan di bidang teknologi komputer dan jaringan yang mendukungnya. Kemajuan teknologi komputer baik software maupun hardware menjelang akhir abad XX sangat luar biasa. Semua aspek pengembangan tersebut mengarah ke satu titik, yaitu multimedia. Rilis paling anyar dari Intel, produsen chip nomor wahid di dunia, memperkenalkan prosesor MMX (Multimedia Extension) yang mengintegrasikan kemampuan pengolahan citra dan suara dalam sebuah chip. Teknologi ini membuat waktu olah citra dan suara dalam prosesor semakin singkat. Sementara itu di teknologi jaringan, usaha-usaha meneliti dan mengembangkan konfigurasi dan hardware yang optimal untuk mendukung multimedia terus dilakukan. Kecenderungan pengguna layanan informasi untuk memakai suatu aplikasi komputer secara bersama-sama (sharing) dalam suatu jaringan adalah tantangan besar bagi multimedia. Ini karena umumnya aplikasi multimedia berukuran besar. Tanpa dukungan arsitektur dan software jaringan yang andal, penggunaan aplikasi multimedia secara sharing tidak akan pernah optimal.
Dalam daerah jangkauan yang tidak terlalu luas, teknologi serat optik adalah alternatif yang paling baik sebagai tulang punggung (backbone) jaringan multimedia. Dengan rate kesalahan bit maksimal sebesar 10-6 (kemungkinan 1 bit salah dalam 1 juta bit informasi yang lewat), serat optik sesuai dengan karakteristik aliran data multimedia yang bersifat burst dan berukuran raksasa. Namun kemudian timbul persoalan menyangkut investasi yang begitu besar yang harus ditanam jika seluruh pengguna akhir (end user) seperti rumah tangga harus terhubung dengan serat optik. Selain investasi awal yang besar, serat optik butuh perlakuan khusus saat instalasinya yang semua itu memerlukan perencanaan yang rumit. Di sisi lain, desakan-desakan kebutuhan akan layanan multimedia tak dapat ditunda-tunda lagi. Di era globalisasi, bukan jamannya lagi informasi dimonopoli oleh mereka yang tinggal di kota-kota besar. Semua orang berhak memperoleh informasi tanpa dibatasi sekat-sekat geografis. Dan jawaban persoalan itu ternyata sudah ada dan sudah lama kita nikmati manfaatnya yaitu teknologi satelit. Teknologi yang secara konservatif hanya digunakan untuk siaran TV, telepon, dan data ini ternyata menyimpan potensi besar sebagai backbone multimedia.
Layanan multimedia melalui jaringan dalam prakteknya sering berupa layanan pada intranet dan internet. Sifat alamiah trafik (aliran data) aplikasi intranet/internet adalah asimetrik, dimana data berukuran kecil ke arah jaringan (upstream) dan berukuran besar dari arah jaringan/ ke arah terminal pemakai (dowmstream). Sederhana saja kita ambil contoh saat kita hendak menuju suatu situs (site) Web dalam internet. Dengan salah satu browser yang kita pakai, sejumlah data berukuran kecil yang berisi informasi alamat site yang hendak kita tuju dan beberapa data tambahan lain dikirim. Tak lama kemudian dari arah jaringan, sejumlah data berukuran besar, yaitu halaman Web yang kita minta, mengalir. Sifat trafik yang seperti ini ternyata sangat sesuai dengan sifat data pada VSAT.
Dalam sistem VSAT, konfigurasi yang paling populer adalah Star. Dalam konfigurasi ini sebuah stasiun hub berhubungan dengan banyak remote site yang tersebar di banyak lokasi. Besarnya bandwidth inbound link (link dari remote ke hub) berkisar antara 32-256 kbps. Sedangkan outboundnya (dari hub ke remote) antara 128-512 kbps. Bahkan untuk sistem komunikasi satelit yang khusus dirancang untuk akses internet seperti yang ditawarkan oleh Scientific Atlanta, inboundnya sebesar 9,6-160 kbps sementara outboundnya mencapai 2-55 Mbps. Benar-benar pemakaian bandwidth yang optimal!. Bandingkan dengan kecepatan akses internet yang Anda pakai sekarang yang kecepatannya cuma 28 kbps. Teknologi X2 dan Flex --teknologi modem untuk akses internet via kawat tembaga-- pun hanya berani mematok kecepatan maksimal sebesar 56 kbps.
Gambar A menunjukkan konfigurasi Star dengan sebuah hub dan beberapa remote site. Sebuah remote site terdiri dari terminal VSAT dengan perangkat radionya dan server akses satelit (satellite access server/SAS) yang bisa menerima sinyal outbound pita lebar (broadband) dari satelit secara langsung ke sebuah PC workstation maupun yang dihubungkan ke LAN lokal di remote site. Pada konfigurasi remote site yang dihubungkan ke LAN, beberapa workstation dapat memakai secara bersama (sharing) sebuah terminal VSAT dan SAS. Konfigurasi ini sesuai untuk cabang-cabang perusahaan yang mempunyai LAN. Alternatif lain yang lebih ekonomis untuk remote site yang hanya terhubung dengan sebuah workstation adalah dengan men-dial server dial-up-VSAT lokal lewat jaringan PSTN dengan tujuan menghemat bandwidth yang disewa untuk keperluan lain yang lebih penting. Di sisi stasiun hub, data center terhubung ke banyak server penyedia informasi seperti ISP (Internet Service Provider) atau penyedia layanan informasi interaktif lainnya. Dengan demikian lebar pita outbound dapat dipakai secara optimal.
Gambar B menunjukkan konfigurasi detail remote site yang terhubung ke LAN. Dalam konfigurasi ini PC workstation terhubung ke SAS dalam jaringan Ethernet. Paket-paket data permintaan dari workstation dikirim ke server internet melalui perangkat VSAT yang berfungsi juga sebagai router. Halaman Web yang diminta kemudian dikirim balik melalui hub dan diterima oleh SAS yang kemudian meneruskannya ke LAN. Sebuah proxy server diperlukan untuk menyimpan untuk sementara halaman Web yang sering diakses sehingga akan mengurangi beban trafik ruas angkasa (ruas maya antara terminal VSAT dengan satelit). Konfigurasi di atas memungkinkan semua remote site yang terhubung dapat mengakses intranet/internet dengan browser web standar dan menerima sinyal downstream dengan bandwidth lebar yang berisi layanan multimedia berkualitas tinggi. Pemanfaatan VSAT untuk videoconference dapat dikembangkan dengan bantuan proses kompresi data, misalnya dengan MPEG-1 maupun MPEG-2. Uji coba yang dilakukan PT. CSM menunjukkan bahwa rate sebesar 128 kbps sudah cukup baik untuk melewatkan data video. Pergerakan gambar tidak patah-patah walaupun terasa sedikit lambat. Sedangkan untuk proses pengolahan suaranya dapat menggunakan metode PCM atau ADPCM (Adaptive Differential Pulse Code Modulation) yang mampu meng-kompres suara menjadi sebesar 32 kbps atau bahkan lebih kecil lagi.
Dengan kemampuan seperti itu, nampaknya VSAT tidak akan banyak menghadapi kendala. Satu-satunya hambatan teknis yang telah menjadi 'bawaan lahir' sistem komunikasi satelit adalah delay (tundaan waktu). Perjalanan sinyal ke angkasa sejauh 2 kali 36.000 km (untuk satelit GEO) menyebabkan tundaan sebesar 1/4 detik. Padahal tundaan sangat berpengaruh pada layanan multimedia yang bersifat real time, semisal video dan audio berkualitas tinggi. Gambar pada citra video bisa tampak patah-patah dan pergerakannnya kasar jika delay tidak teratasi. Selain itu delay menyebabkan terjadinya skew, yaitu ketidaksinkronan antara gerakan bibir orang yang tampak di layar dengan suara yang diucapkannya. Sungguh tidak nyaman bila kita harus melihat lawan bicara kita di layar komat-kamit sementara suaranya baru terdengar kemudian. Untunglah kekurangan ini dapat diatasi dengan teknik yang disebut spoofing protokol (semacam proses emulasi kecepatan). Meskipun tidak menghilangkan sama sekali efek delay, paling tidak teknik ini dapat meminimalkan efek delay hingga ke tingkat yang bisa ditoleransi.
Namun pada akhirnya teknologi komunikasi satelit dan terrestrial tidak harus selalu bersaing. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yang bisa dimanfaatkan untuk membangun jaringan komunikasi yang andal. Keduanya saling melengkapi. Dalam konsep Nusantara 21 (N-21) yang merupakan rencana besar pembangunan infrastruktur untuk layanan multimedia di Indonesia, keduanya bahu-membahu membentuk suatu ring (lingkaran) telekomunikasi raksasa yang menjangkau dan menyambung seluruh wilayah di Nusantara tanpa terputus. Kita tunggu saja, kapan kita bisa segera berjalan-jalan di pasar swalayan informasi Nusantara yang nyaman itu.
Oleh :
Fahmi Azmiar, ST.