Nomor 28, Tahun VI, Oktober
1999
|
|||||||||||||||||||||||||||||
TELEKOMUNIKASI |
Menghubungkan Dunia: Kisah Mengenai EDFA dan WDM |
||||||||||||||||||||||||||||
Home
Halaman Muka |
Apakah itu? Itu adalah
teknologi yang memungkinkan suatu sistem komunikasi serat optik berturut-turut
untuk mencapai jarak transmisi yang jauh dengan meminimalkan jumlah penguat/amplifier
dan untuk meningkatkan kapasitas transmisi/bandwidth tanpa perlu menambah
jumlah kabel.
Perkembangan pesat aplikasi Internet telah menyebabkan bandwidth cadangan dari beberapa saluran utama menuju Ameika Utara, khususnya Amerika Serikat , habis sebegitu cepat dalam beberapa tahun belakangan ini, dimana bisnis di negara Paman Sam tersebut tumbuh secara cepat. Selama ini pendekatan yang dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah permintaan sambungan komunikasi adalah dengan membangun jaringan-jaringan baru yang satu sama lain tidak terhubung. Meski penambahan jumlah jaringan kabel laut tidak menyebabkan dasar laut menjadi hiruk pikuk dengan kabel-kabel dari jaringan yang ada saat ini, akan tetapi beberapa tahun belakangan dua buah teknologi yaitu Erbium-doped fiber amplifier (EDFA) dan Wavelength division Multiplexing (WDM) dapat mengefektifkan penggunaan jaringan yang ada. Erbium-Doped Fiber Amplifier (EDFA) EDFA merupakan suatu serat optik yang intinya (core) dikotori oleh atom erbium sehingga dapat memberikan penguatan terhadap sinyal yang melewatinya. Erbium itu sendiri merupakan elemen dari golongan lantanida (lanthanides group) yang mana elemen-elemennya cocok sebagai bahan aktif dalam laser solid-state dikarenakan struktur elektronnya. Ion-ion dari elemen-elemen ini memiliki kemampuan menyerap foton dengan panjang gelombang yang tinggi. Keberadaan foton di dalam daerah panjang gelombang emisi mengawali proses terjadinya emisi yang distimulasi (stimulated emission) yang menyebabkan terjadinya penguatan sinyal. Erbium dipergunakan sebagai dopant untuk penguatan sinyal pada panjang gelombang di sekitar 1,55 m m sedangkan neodymium () dan praseodymium () memungkinkan penguatan sinyal pada panjang gelombang di sekitar 1,3 m m. Panjang gelombang yang dapat diserap maupun dipancarkan oleh suatu ion bergantung pada besarnya perbedaan energi (energy gap) antara tingkat dasar dan tingkat yang lebih tinggi darinya sebagaimana persamaan berikut ini: (1) dimana Ep = energi foton (eV)
Principle Penguatan sinyal itu sendiri terdiri dari 3 proses sebagaimana ditunjukkan Gambar 1. Proses pertama merupakan pumping, yaitu proses menaikkan elektron dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan cara elektron tersebut menyerap foton dengan panjang gelombang tertentu yang masih memungkinkan elektron tersebut memperoleh energi yang besarnya sama atau lebih besar dari perbedaan energi antara dua tingkat tersebut/Ep (a). Setelah elektron berada di atas tingkat kestabilannya untuk beberapa saat/delay time (b), maka elektron tersebut akan kembali ke tingkat dasarnya baik oleh proses emisi spontan (spontaneous emission) atau emisi yang distimulasi (stimulated emission). Spontaneous emission yang merupakan suatu proses dimana elektron acak (random electron) kembali ke tingkat asalnya tanpa ‘diminta’ dianggap sebagai derau optik yang juga diperkuat dalam medium penguatan dan mengganggu pendeteksian sinyal utama di penerima/receiver (c). Sebaliknya, stimulated emission memancarkan cahaya pada panjang gelombang, fasa, dan arah yang sama dengan sinyal (d), dengan demikian proses ini akan memperkuat sinyal yang melewati EDFA.
Konfigurasi Pada prakteknya, EDFA ditempatkan dalam suatu modul yang terdiri dari komponen-komponen pendukung (Gambar 2) untuk memberikan kinerja terbaik kepada sistem secara keseluruhan. Dioda laser dengan daya besar lebih diutamakan sebagai sumber pompa dikarenakan ia memungkinkan pemompaan (pumping) atom-atom erbium untuk medium penguatan yang berjarak panjang (sampai ratusan meter). Keluaran dari sumber pompa ini kemudian digandengkan dengan sinyal. Penggunaan isolator pada konfigurasi di atas adalah untuk menekan osilasi laser dan juga untuk mencegah feedback dari Emisi spontan yang diperkuat (ASE). Sedangkan filter optik jenis pita sempit (narrowband), biasanya beberapa nanometer, digunakan untuk mengeliminasi ASE sehingga memberikan kinerja sistem yang baik. Wavelength Division Multiplexing (WDM) Sementara itu, penggunaan teknologi WDM menawarkan kemudahan dalam hal peningkatan kapasitas transmisi dalam suatu sistem komunikasi serat optik, khususnya kabel laut. Hal ini dimungkinkan karena setiap sumber data memiliki sumber optiknya masing-masing, yang kemudian digandengkan ke dalam sebuah serat optik (Gambar 3). Meski demikian, besarnya daya untuk masing-masing sumber optik mesti dibatasi karena serat optik yang dipergunakan akan mengalami ke-nonliniearan apabila jumlah total daya dari sumber-sumber optik tersebut melebihi suatu ambang nilai, yang besarnya tergantung pada jenis kenonliniearannya. Gambar 4 menunjukkan pengaturan jarak antarkanal dalam suatu sistem WDM, yang besarnya lebih kurang 1 nm. Dengan demikian, di sisi penerima mesti ditempatkan suatu filter guna mencegah terjadinya cakap-silang/crosstalk dari kanal-kanal yang berdekatan. Kinerja sistem WDM yang mempergunakan EDFA Dalam suatu sistem yang mempergunakan sejumlah penguat optik, derau yang dibangkitkan di setiap penguat akan terakumulasi di dalam penguat berikutnya. Derau yang terakumulasi tersebut membatasi kinerja sistem dalam dua cara, (a) rasio signal-to-noise (SNR) akan menurun sepanjang lintasan dan (b) Derau yang juga diperkuat di setiap penguat optik dapat menyebabkan pembatasan dalam besarnya penguatan (gain) di penguat optik tersebut untuk menghindari ke-nonliniearan serat optik. Disamping itu, keseragaman penguatan menjadi perhatian utama dalam sistem WDM yang memepergunakan sejumlah EDFA. Hal ini terutama disebabkan karakteristik penguatan EDFA itu sendiri (Gambar 5). Dimisalkan suatu EDFA memiliki dua puncak terjadinya penguatan, masing-masing untuk kanal yang berbeda, dengan perbedaan sebesar 2 dB. Apabila suatu sistem memepergunakan 50 buah EDFA, dengan karakteristik yang sama, maka di sisi penerima dapat terjadi perbedaan sebesar 100 dB di antara dua kanal tersebut (Gambar 6). Hal ini menyebabkan penyempitan bandwidth dari 30 nm menjadi 10 nm. Oleh karenanya, end-to-end bandwidth mesti dipertimbangkan secara matang dalam mendisain suatu sistem WDM yang memeprgunakan sejumlah EDFA agar semua kanal akan memiliki penguatan yang seragam sepanjang lintasan. Gambar 5. Karakteristik penguatan suatu EDFA Gambar 6. Penyempitan bandwidth dalam sistem dengan sejumlah penguat optik Sebagaimana ditulis di atas, penggunaan teknologi WDM dapat menyebabkan ke-nonliniearan. Ke-nonliniearan terjadi di dalam inti serat optik, dimana intensitas cahaya pada inti sangat kuat dalam daerah interaksi yang panjang. Efek-efek ke-nonliniearan itu sendiri ada beberapa jenis, yaitu stimulated Raman scattering (SRS), stimulated Brillouin scattering (SBS), self-phase modulation (SPM), carrier-induced phase moudulation (CIP) dan four wave mixing (FWM). Meski demikian, beberapa efek dapat memberikan dampak positif sejak beberapa peneliti mengembangkan penguat Raman dan Brillouin. Jaringan masa mendatang Sampai sekarang ini, teknologi WDM dan EDFA merupakan alat yang efektif dalam meningkatan bandwidth transmisi dan peminimalan penggunaan penguat (amplifier) di dalam rute-rute utama jaringan internasional. Meskipun begitu, masih terdapat beberapa masalah yang mesti dipertimbangkan baik dalam membangun jaringan baru maupun meng-upgrade jaringan yang sudah ada. Situasi yang paling sulit adalah pada keadaan dimana suatu sistem perlu di-upgrade sebagai dampak pertumbuhan dalam penggunaan bandwidth. Pada satu sisi, carriers mendapati seluruh kapasitas transmisinya dengan cepatnya habis terpakai, sementara kapasitas tersebut tidak dapat ditingkatkan sampai nilai yang diharapkan karena keterbatasan karakteristik komponen yang dipergunakan, meski beberapa tahun yang lalu sistem tersebut dianggap sistem masa depan dan sebagainya. Di dalam situasi ini, carriers dapat membeli kapasitas yang diperlukannya dari sistem yang ada hanya jika sistem tersebut menawarkan tempat tujuan yang diinginkan dan memang masih terdapat bandwidth yang dapat disewakan. Hal lain yang dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkan sistem satelit untuk daerah tujuan tertentu. Dalam skenario terburuknya, suatu carrier mesti berpartisipasi dalam membangun jaringan baru yang tentunya membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan meng-upgrade sistem yang ada. Untungnya dalam beberapa tahun ke depan carriers akan memiliki banyak pilihan dari beberapa jaringan utama baik yang sudah beroperasi ataupun yang sedang dalam tahap penyelesaian (Gambar 7), utamanya karena persaingan di antara para pembangun jaringan dapat menurunkan harga penjualan. Sebagaimana ditunjukkan pada peta tersebut, terdapat beberapa sistem kabel laut yang mentransmisikan data secara langsung antara benua Asia dan Eropa, yang dahulunya dirutekan melalui Amerika Serikat. Pertumbuhan trafik di antara kedua benua tersebut didukung dengan banyaknya kabel-kabel berkapasitas besar dan dengan adanya sistem paralel/extended system. Contoh sistem-sistem tersebut antara lain SouthEastAsia-MiddleEast-WeastEuropean 3 (SEA-ME-WE 3) + Asia Pacific Cable Network (APCN) and APCN + Jakarta Surabaya Australia (JASURAUS), yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Dinosaurus. Penggunaan teknologi WDM dan EDFA tidak lagi terbatas pada komunikasi point-to-point sederhana, misalnya saja WDM yang juga dipergunakan untuk merutekan trafik dari masing-masing panjang gelombang menuju tujuannya masing-masing/landing points, dimana hal ini akan meningkatkan fleksibilitas jaringan. Sementara EDFA juga dipergunakan untuk mengkompensasi rugi-rugi pencabangan di dalam jaringan optik pasif/passive optical network (PON). Kedua teknologi tersebut telah diimplementasikan di dalam sistem kabel laut utama di dunia, beberapa di antaranya masih dalam tahap pembangunan sampai dekade mendatang (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik beberapa sistem kabel
laut internasional (Data dirangkum dari situs internet terkait)
Sebagai tambahan, penemuan teknologi WDM juga menandai munculnya struktur jaringan baru/new networking layer, yang dikenal sebagai ‘photonic layer’, dimana kanal-kanal dirutekan oleh add and drop multiplexers (Gambar 8). Sementara itu ATM (asynchronous transfer mode), yang diproyeksikan menjadi mode transfer masa depan akan membawa beragam trafik, yaitu suara, data, video, and multimedia. Dilain pihak sistem kabel laut yang ada sekarang ini mempergunakan teknologi jaringan SDH atau SONET (di Amerika Serikat). Hal ini menimbulkan gambaran bahwa nantinya akan terdapat beragam solusi jaringan untuk semua aplikasi dan bahwa jaringan pitalebar/broadbandnetwork akan mempergunakan beragam jenis standar, protokol, teknologi, dan terdiri dari beragam interfaces antara IP, ATM, and SDH/SONET (Gambar 9). Gambar 9. Perkembangan tahapan jaringan pitalebar (Gambar dibuat berdasarkan gambar yang terdapat pada artikel Barry Flanigan sebagaimana ditulis di referensi) Dengan berkembangnya jaringan pitalebar dan aplikasi-aplikasinya di masa mendatang, tantangan utama bagi para carriers, bandwidthbuyers sampai pengguna (user) adalah bagaimana memilih dan mengembangkan teknologi beserta aplikasinya dan memastikan bahwa itu semua dapat dimanfaatkan secara efektif. Daftar Pustaka
|
||||||||||||||||||||||||||||