ELEKTRO INDONESIA Edisi ke Delapan, Juli 1997
Kerja sama Tenaga Listrik Sektor swasta ASEAN di Daerah Perbatasan Kalimantan
Tingkat elektrifikasi, yaitu
prosentase listrik terpasang
dibandingkan kebutuhan, di Indonesia masih rendah sekitar 40% (tahun 1996) maka dapat dipastikan bahwa kebutuhan tenaga listrik akan terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kegiatan ekonomi dan pembangunan industri dan jasa.
Peran serta sektor swasta nasional diharapkan lebih berperan di daerah-daerah perbatasan yang bernilai strategis. Untuk mendorong kerja sama swasta tersebut, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan pemerintah negara tetangga di lingkungan ASEAN membentuk forum kerja sama pertumbuhan sub regional ASEAN, antara lain: Peta
- BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines - East ASEAN Growth Area), dan
- IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand - Growth Triangle).
Kesepakatan Kerja Sama Energi ASEAN
Negara-negara anggota ASEAN telah mencapai kesepakatan untuk melakukan kerja sama dalam bidang energi, secara garis besar kesepakatan tersebut meliputi:
- Peningkatan kerja sama bidang energi, termasuk Perencanaan Energi, Pertukaran Informasi, Transformasi Teknologi, Penelitian dan Pengembangan, Pelatihan Sumber Daya Manusia, Konservasi, Efisiensi dan Penambangan, Produksi dan Distribusi sumber-sumber energi.
- Peningkatan investasi dan industri serta industri penunjang lainnya dengan mengadopsi bentuk-bentuk baru dan inovatif. Memberikan kemudahan-kemudahan bagi pola kerja sama yang baru di bidang industri.
- Perangsangan kerja sama sektor swasta antar negara ASEAN dengan memberikan kebijaksanaan yang dapat memacu investasi dan aktivitas ekonomi di dalam ASEAN.
- Kesepakatan-kesepakatan kerja sama bidang energi antar negara ASEAN tersebut tertuang dalam:
- Deklarasi Singapore, 28 Januari 1992,
- Deklarasi Menteri-menteri Ekonomi ASEAN dalam bidang energi, 28 Januari 1993, dan
- Dokumen tambahan perjanjian kerja sama energi ASEAN, 15 Desember 1995.
BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines - East ASEAN Growth Area)
Dari tiga kelompok kerja sama area pertumbuhan sub regional ASEAN, kelompok kerja sama BIMP-EAGA merupakan kelompok kerja sama yang paling aktif dan sering mengadakan pertemuan koordinasi.
Sampai dengan akhir tahun 1996, kelompok ini telah mengadakan 4 kali pertemuan koordinasi tingkat kelompok kerja bidang energi, 2 kali pertemuan tingkat Direktorat Jenderal dan 1 kali pertemuan tingkat Menteri.
Dari beberapa pertemuan Kelompok Kerja BIMP-EAGA Bidang Energi diperoleh kesepakatan untuk bekerja sama pada berbagai bidang yang memungkinkan/dapat memacu pertumbuhan ekonomi regional dan peningkatan standar hidup masyarakat. Penekanan kerja sama diarahkan pada optimasi penggunaan/pemakaian keunggulan komparatif masing-masing anggota. Salah satu bidang tersebut adalah bidang energi, dengan beberapa problematika, yaitu pemenuhan akan peningkatan kebutuhan energi dan integrasi sistem energi. Kerangka kerja sama energi perlu diperkuat perdagangan intra regional BIMP-EAGA pada komoditi energi, pengembangan infrastruktur untuk transmisi ketenagalistrikan perbatasan.
Tabel Sistem Ketenagalistrikan di daerah Kalimantan
(PLN Wil. V, PLN Wil. VI dan Kaltim)
Proyeksi Jumlah Pelanggan |
. | 1997 | 2000 | Pertumbuhan |
Industri Rumah Tangga Komersial Sektor Umum |
2252,57 1334260,89 74758,86 1452678,45 |
2658,77 1914606,19 99505,23 2072059,93 |
4,69% 13,23% 9,65% 10,40% |
Proyeksi Jumlah Daya Tersambung
|
. | 1997 | 2000 | Pertumbuhan |
Industri Rumah Tangga Komersial Sektor Umum |
313106,07 866387,24 276773,09 137754,30 |
3913316,41 1219884,88 425106,26 164853,99 |
7,26% 12,49% 13,90% 6,06% |
Proyeksi Jumlah Penjualan Energi Listrik
|
. | 1997 | 2000 | Pertumbuhan |
Industri Rumah Tangga Komersial Sektor Umum |
844668,14 1302788,16 390463,08 212938,97 |
1096669,41 1906915,22 622813,67 253826,89 |
9,56% 13,62% 16,36% 6,32% |
Tabel Sistem Ketenagalistrikan di daerah Kalimantan
(PLN Wil. V, PLN Wil. VI dan Kaltim)
Proyeksi Daya Terpasang Pembangkit
|
. | 1997 | 2000 | Pertumbuhan |
PLTD PLTG PLTA |
759316 21000 30040 |
927301 21000 30055 |
5,83% 0% 0,02% |
Bidang-bidang yang layak untuk kerja sama adalah: Interkoneksi Indonesia - Malaysia; Interkoneksi Sabah - Philippines Selatan; dan Interkoneksi Sarawak - Brunei Darussalam - Sabah.
Sedangkan dalam bidang sumber daya, yang layak kerja sama meliputi:
- Kerja sama eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi; Pembangunan jaringan pipa;
- Pemasaran dan distribusi hasil-hasil tambang minyak;
- Pengembangan dan pembangunan industri-industri petrokimia, terutama yang berpijak pada gas;
- Kerja sama pertukaran dan pengembangan batubara;
- Kerja sama untuk sumberdaya-sumberdaya baru dan terbarukan pada bidang teknologi, pelatihan, investasi, antara lain: pembangkit panas bumi, pertukaran informasi dan tenaga ahli untuk pengembangan tenaga surya khususnya photovoltaic, dan riset pemanfaatan gambut;
- Standarisasi emisi gas buang pembangkit listrik;
- Untuk pasokan (supply) khususnya mengacu pada pengembangan efisiensi transmisi dan jaringan distribusi, sedangkan untuk pemakaian (demand) masih dalam taraf perundingan dengan arahan pada: pertukaran informasi/sambungan HVDC (Hight Voltage Direct Current = jaringan tegangan tinggi), menghimpun pengalaman-pengalaman pada bidang pemasangan, operasi dan manajemen pengawasan beban regional serta pusat.
Guna meningkatkan peran serta sektor swasta maka diperlukan adanya beberapa insentif baik berupa insentif fiskal maupun non fiskal. Pertukaran informasi tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengembangan energi dari seluruh anggota juga sangat diperlukan.
Kendala-kendala yang ada pada kerja sama ini, yaitu peran serta sektor swasta masih sedikit, untuk itu setiap negara anggota diharuskan meminimalkan hambatan-hambatan dan memperbesar penyediaan fasilitas bagi efektivitas peran serta sektor swasta.
IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand - Growth Triangle)
Pertemuan kelompok kerja bidang energi pada segitiga pertumbuhan Indonesia - Malaysia - Thailand sampai dengan pertengahan tahun 1996 telah melakukan 3 kali pertemuan koordinasi, yaitu: Pertemuan kelompok kerja bidang energi pertama, di Penang - Malaysia, 7-8 November 1994; Pertemuan kelompok kerja bidang energi kedua, di Bangkok, 11-12 Mei 1995; dan Pertemuan kelompok kerja bidang energi ketiga, di Bukittinggi - Indonesia, 23-25 September 1996.
Dari beberapa pertemuan tersebut, terungkap adanya berbagai harapan dan hambatan/kendala dalam menggalang kerja sama tersebut. Untuk memacu kemakmuran dan meningkatkan taraf hidup penduduk di area segitiga pertumbuhan, ketiga pemerintah anggota IMT-GT diminta memberikan dukungan terhadap proyek-proyek yang telah diusulkan, agar dapat segera dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya diharapkan ada kerja sama di antara sektor pemerintah dan swasta Indonesia, Malaysia dan Thailand, oleh karena itu merupakan kebutuhan yang mendesak untuk mempermudah birokrasi dalam pengurusan segala administrasi yang menyangkut industri energi swasta. Perlu dilakukan penyederhanaan segala bentuk prosedur di masing-masing negara anggota, dengan memberikan jaminan kerja sama, pengawasan dan pengelolaan pada kegiatan investasi di bidang yang berkaitan dengan energi, khususnya untuk pertambangan batubara dan pembanguan pembangkit listrik.
Dalam kerja sama tersebut sumber daya energi merupakan bahan baku pokok yang sangat potensial dan strategis untuk dikembangkan pada kerja sama IMT-GT. Batubara diharapkan dapat memainkan peranan utama sebagai pemasok kebutuhan energi pada IMT-GT.
Untuk mendukung peningkatan peran serta sektor swasta dalam pembangunan pembangkit dan sektor energi, dilakukan langkah-langkah:
- Pendekatan percepatan diterapkan untuk pelaksanaan proyek-proyek pembangkit, tanpa mengorbankan atau melanggar pola kebijaksanaan dan rencana masing-masing negara anggota.
- Masa pengurusan untuk mendapatkan jaminan-jaminan perizinan pelaksanaan dan konsesi pengoperasian hingga pewujudan proyek agar dilaksanakan sesingkat mungkin.
- Adanya jaminan kepastian hukum dalam pemberian izin kerja sama, pengawasan dan hak pengelolaan.
- Adanya jaminan kesetabilan keamanan masing-masing negara anggota IMT-GT.
- Penyamaan persepsi antar pemegang wewenang utama kelistrikan masing-masing anggota (PLN-Indonesia, TNB-Malaysia dan EGAT-Thailand) terhadap fasilitas masing-masing.
- Pemberian insentif fiskal dan non fiskal.
- Standarisasi promosi investasi kerja sama IMT-GT.
Potensi di Daerah Perbatasan Kalimantan
Sistem Ketenagalistrikan di Daerah Kalimantan (PLN Wilayah V, PLN Wilayah VI dan Kalimantan Timur)
- Kondisi Pelanggan
Di Kalimantan Barat, jumlah energi yang terjual pada tahun 1995 sebesar 385.303 MWh, dari jumlah tersebut 49,90% dikonsumsi oleh sektor rumah tangga dan sisanya dikonsumsi oleh sektor industri (26,89%), sektor komersial (16,05%), dan sektor umum (7,15%). Begitu juga di Kalimantan Timur, pada tahun 1995 jumlah energi yang dihasilkan digunakan oleh sektor rumah tangga (45,76%), industri (29,23%), komersial (14,82%), dan sektor umum (10,10%).
- Sistem Pembangkit Tenaga Listrik
Sebagai langkah antisipasi terhadap kelangkaan dan keberadaan cadangan minyak bumi di Indonesia maka Pemerintah Indonesia mencanangkan penganekaragaman pemakaian minyak bumi sebagai bahan bakar. Selain itu, mencanangkan penurunan prosentase ketergantungan pemakaian minyak bumi sebagai bahan bakar pembangkit listrik dengan mengoptimumkan sumber-sumber lain.
Dari penjelasan terebut, terlihat berbagai jenis pembangkit yang beroperasi di PLN Wilayah V dan VI, yaitu: PLTA, PLTD, PLTG, PLTU Batubara serta PLTGU. Meskipun jenis pembangkit PLTD paling banyak digunakan tetapi jenis pembangkit lainnya juga mengalami peningkatan. Sedangkan produksi yang dihasilkan selama 7 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Selain PLN pihak swasta juga mengusahakan beberapa pembangkit PLTD dan PLTG.
- Sistem Transmisi Tenaga Listrik
Jaringan transmisi yang terdapat di Kalimantan sampia dengan Pelita VI hanya memiliki jaringan transmisi tegangan tinggi 70 kV, 150 kV. sampai 7 tahun terakhir ini jaringan transmisi yang sudah beroperasi di PLN Wilayah VI sepanjang 150,5 kms dengan rata-rata pertumbuhan 6,9% per tahun untuk transmisi tegangan tinggi 70 kV, sedangkan untuk jaringan 150 kV mencapai 31,68 kms.
Sedangkan di PLN Wilayah V jaringan transmisi yang ada berupa jaringan transmisi 150 kV sepanjang 18 kms. Peningkatan jaringan transmisi ini juga diikuti oleh perkembangan gardu induk. Pada akhir Repelita V hingga tahun Repelita VI (1994/95) kapasitas transformator di PLN Wilayah VI sebesar 355 MVA dengan jumlah 27 unit.
- Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Jaringan Tegangan Menengah (JTM) untuk PLN Wilayah V selama awal Repelita V (1989/90) hingga Repelita VI tahun kedua terus menunjukkan peningkatan dengan laju 17,41% rata-rata per tahun. Sampai tahun 1996 panjang JTM telah mencapai 4.465 kms. Pada jaringan Tegangan Rendah (JTR) mengalami laju pertumbuhan 22,75% per tahun. Sampai sekarang panjang jaringan telah mencapai 4.502 kms. Seiring dengan itu, terjadi juga kenaikan kapasitas terpasang trafo distribusi dengan rata-rata pertahun 9,08%. Sampai tahun 1995 kapasitasnya mencapai 240.080 MVA dengan jumlah 2.809 unit.
Untuk PLN Wilayah VI JTM dari awal Repelita V (1989/90) hingga Repelita VI tahun kedua mengalami kenaikan sebesar 18,74% rata-rata per tahun dengan panjang jaringan mencapai 6.806,97 kms. Sedangkan untuk JTR mengalami laju pertumbuhan 14,2% rata-rata per tahun. Hingga Repelita VI tahun kedua ini panjang jaringan telah mencapai 8.207,7 kms.
Kenaikan ini juga terjadi pada trafo distribusi yaitu sebesar 9,14% per tahun dengan kapasitas yang ada hingga Repelita VI tahun kedua sebesar 610.277 MVA dengan jumlah gardu distribusi 5.316 unit atau mengalami laju kenaikan 9,82% rata-rata per tahun selama 7 tahun terakhir ini.
- Sistem Kelistrikan di Sabah dan Sarawak
Sampai dengan tahun 2000, gas merupakan tenaga pembangkit terbesar di Malaysia (75%), untuk kemudian secara berangsur-angsur digantikan oleh tenaga air dan batubara. Kebutuhan listrik di Malaysia meningkat dengan pesat dari 7.000 MW menjadi 35.000 MW, sebagian besar untuk kebutuhan industri.
Kapasitas terpasang di Sabah pada tahun 1995 adalah 534 MW berasal dari pembangkit listrik tenaga minyak (55%), tenaga air (26%) dan tenaga gas alam (19%) untuk melayani 192.890 pelanggan. Jumlah energi listrik terjual adalah sebesar 1.540 GWh dengan besar beban puncak 323 MW. Tenaga listrik ini disalurkan melalui jaringan 132 kV.
Kapasitas terpasang di Sarawak pada tahun 1995 adalah 648 MW, berasal dari pembangkit listrik tenaga gas (55%), tenaga air (29%) dan tenaga minyak (16%). Jumlah pelanggan sebanyak 200.000 pelanggan dengan jumlah energi listrik terjual 1.750 GWh dan beban puncak 377 MW. Tenaga listrik ini disalurkan melalui jaringan transmisi 275 kV.
- Sistem Kelistrikan di Brunei Darussalam
Gas alam merupakan tenaga pembangkit terbesar di Brunei Darussalam (99%), sisanya adalah tenaga diesel. Brunei Darussalam memiliki kelebihan listrik dengan ratio elektrifikasi mencapai 99%. Kapasitas terpasang tahun 1995 adalah 400 MW dengan beban puncak 250 MW. Sedangkan di daerah terpencil Tembarong 2,5 MW. Tenaga listrik disalurkan melalui jaringan transmisi 66 kV sepanjang 58 mil, sedangkan di Tembarong 11 kV.
- Sistem Interkoneksi Kelistrikan di Daerah Perbatasan Kalimantan
PLN dan SESCo (Serawak Electricity Supply Corporation) telah merencanakan sistem interkoneksi antara dua jaringan transmisi di Kalimantan Barat dan Sarawak. Kesepakatan ini telah ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 3 Juli 1996.
Direncanakan jaringan transmisi 150 kV sepanjang 231 km melintasi perbatasan pada empat titik sambungan, yaitu Aruk (Sambas, Kalimantan Barat) ke Biawak (Sarawak), Jagoibabang (Seluas, Kalimantan Barat) ke Serikin (Sarawak), Entikong (Sanggau, Kalimantan Barat) ke Tebedu (Sarawak), dan Nanga Badau (Kapuas Hulu, Kalimantan Barat) ke Batu Kaya (Sarawak). Dibutuhkan dana sebesar US$ 38,5 juta untuk membangun jaringan transmisi dan gardu induk. Perusahaan dari Australia telah menyatakan tertarik untuk membangun dan mendanai proyek ini. Direncanakan pada tahun 1997, sistem interkoneksi ini tersambung.
Penerapan Pola Kerja sama
Di wilayah pertumbuhan BIMP-EAGA telah mencapai kesepakatan dalam bidang energi, antara lain:
- Pada bulan Januari 1995, PLN dan SESCo telah menyetujui dan menerima hasil studi interkoneksi sistem tenaga listrik Serawak dengan tenaga listrik di Kalimantan Barat yang dilakukan oleh Sergent & Lundy Engineers dan dibiayai oleh US Trade Development Agency (TDA). Selain itu, PLN dengan SESCo sudah sepakat untuk merealisasi hasil studi itu.
- Penandatanganan MOU antar PLN dengan SESCo pada tanggal 3 Juli 1996 yaitu kesepakatan untuk memasok tenaga listrik ke daerah-daerah perbatasan Kalimantan Barat dari kelebihan tenaga listrik di Serawak.
- Penjualan batubara dari Kalimantan Timur untuk pembangkit tenaga listrik di Philipina.
- Akibat ada kesepakatan-kesepakatan di atas akan melahirkan proyek-proyek usaha ketenaga listrikan seperti:
- Jaringan interkoneksi tenaga listrik Sarawak dan Kalimantan Barat.
- Jaringan distribusi tenaga listrik untuk mendistribusikan tenaga listrik ke konsumen-konsumen.
Selain proyek-proyek tersebut di atas, proyek PLTA, PLTG, PLTGU dan jaringan transmisi 150 kV dan jaringan distribusinya, merupakan proyek ketenagalistrikan yang membutuhkan peran swasta untuk merealisasinya.
Usulan Pola Kerja sama Untuk Pelaksanaan Proyek Ketenaga listrikan di Perbatasan Kalimantan
Proyek-proyek ketenagalistrikan yang menjadi peluang untuk usaha ketenagalistrikan di daerah perbatasan Kalimantan Barat dan Timur terdiri dari proyek-proyek yang telah direncanakan pemerintah (solicited project) dan proyek atas usulan sendiri (unsolicited project).
Pelaksanaan proyek ketenagalistrikan (pembangkit, transmisi dan distribusi) atas usulan pihak swasta selain dapat dilakukan oleh swasta dalam negeri sendiri, juga dapat dilakukan oleh swasta asing baik swasta dari negara BIMP-EAGA atau swasta di luar BIMP-EAGA. Pola kerja sama yang diterapkan adalah pola Joint Venture (JV).
Sedangkan untuk proyek yang ditentukan oleh pemerintah, selain kerja sama antar swasta, juga harus dilakukan dengan PLN dengan pola kerja sama yang dipilih sesuai dengan jenis dan kondisi proyek.
Berikut diuraikan mengenai pola kerja sama untuk proyek-proyek yang ditentukan oleh pemerintah, yaitu:
- Jaringan interkoneksi sistem tenaga listrik Kalimantan Barat - Sarawak
Proyek ini dapat dilaksanakan oleh PLN, SESCo atau diserahkan kepada pihak swasta. Bila pelaksanaan proyek diserahkan kepada pihak swasta, akan tetapi pengoperasian harus tetap dikendalikan dan dikuasai oleh PLN dan SESCo karena jaringan interkoneksi ini berfungsi sebagai pengatur beban dan power exchange untuk kedua negara. Oleh karena itu ada dua alternatif pola kerja sama yang bisa diterapkan di sini yaitu: pola BTL (build, lease, transfer), dan pola BMT (built, maintenance, transfer) setingkat lebih baik dari pola BLT.
- Pembangkit Tenaga Listrik
Pola kerja sama untuk usaha pembangkit tenaga listrik di daerah perbatasan Kalimantan, dapat dilakukan dengan pola BOO (build, own, operate). Sedangkan untuk pembangkit listrik yang jangka panjang harus dikuasai negara, sebaiknya dilakukan dengan pola BOT (build, operate, transfer).
Kondisi daerah perbatasan Kalimantan yang memiliki perusahaan yang mengelola sumber energi primer seperti batubara dan gas alam, merupakan potensi tersendiri dalam mengembangkan pola kerja sama dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Dalam kaitan pelaksanaan pola BOO dan BOT yang mengharuskan pihak swasta mengoperasikan pembangkit, maka kerja sama kemitraan swasta dengan swasta yang bergerak dalam mengeksploitasi sumber energi primer dalam bentuk joint operation dalam pengoperasian pembangkit merupakan alternatif yang baik untuk menjamin ketersediaan posokan bahan bakar yang lebih kompetitif.
- Jaringan Transmisi Tenaga Listrik
Proyek transmisi yang direncanakan di perbatasan Kalimantan saat ini merupakan bagian pembangunan kelistrikan Nasional di Kalimantan. Jaringan transmisi tersebut akan berfungsi sebagai pengatur aliran beban dan sudah barang tentu dalam jangka panjang harus dikuasai oleh PLN. Oleh karena itu di daerah perbatasan Kalimantan sebaiknya menggunakan pola BLT.
- Jaringan Distribusi
Pola kerja sama BLT paling sesuai untuk pelaksanaan usaha ketenagalistrikan. Akan tetapi melihat kondisi perdesaan di perbatasan Kalimantan yang jumlahnya sedikit dan antara satu desa dengan desa lainnya berjauhan, sehingga usaha bidang distribusi ini kurang menarik investor. Oleh karena itu, sedapat mungkin pembangunan ini dilaksanakan oleh PLN dengan bantuan kredit lunak.
- Kemudahan-Kemudahan
Untuk menarik minat investor swasta, baik dari dalam negeri, negara-negara tetangga maupun swasta negara-negara asing dalam usaha penyediaan tenaga listrik di daerah perbatasan Kalimantan perlu ditawarkan hal-hal yang dapat menarik mereka. Minat investor biasanya sangat bergantung kepada kondisi iklim investasi dan kemudahan-kemudahan yang diberikan bagi investor.
Iklim usaha yang kondusif dilakukan dengan cara:
- Menciptakan stabilitas politik dan keamanan di daerah perbatasan Kalimantan, seluruh pelosok negara dan seluruh kawasan negara anggota BIMP-EAGA.
- Menyediakan peraturan perundang-undangan yang transparan dan mendukung penanaman modal.
- Menyederhanakan prosedur pelayanan investasi serta mempercepat pengurusan perizinan.
- Memberikan kemudahan tata cara memperoleh/penggunaan tanah.
- Meningkatkan kualitas SDM yang ada di daerah perbatasan Kalimantan.
- Menjamin ketersedian sumber energi primer dengan menyediakan sarana penyaluran dan penyimpanan bahan bakar di wilayah perbatasan yang memadai.
- Mempercepat pembangunan infrastruktur yang memadai seperti jalan, pelabuhan dan prasarana angkutan lainnya.
- Meningkatkan permintaan pasar untuk tenaga listrik yaitu dengan cara menggairahkan penanaman modal dalam sektor industri.
Proyeksi Produksi Pembangkit
|
. | 1997 | 2000 | Pertumbuhan |
PLTD PLTG PLTA |
759316 21000 30040 |
927301 21000 30055 |
5,83% 0% 0,02% |
Proyeksi Jaringan Transmisi
|
. | 1997 | 2000 | Pertumbuhan |
150 kV 70 kV |
70,70 163,40 |
70,70 185,00 |
0% 6,908% |
Proyeksi Jaringan Distribusi
|
. | 1997 | 2000 | Pertumbuhan |
JTM JTR |
16611,79 17948,59 |
28349,85 28723,78 |
20,19% 17,05% |
- Insentif-insentif
Untuk merangsang pihak penanam modal agar tertarik dalam usaha penyediaan daya listrik, selain menciptakan iklim investasi yang baik seperti diuraikan di atas, perlu juga diberikan insentif-insentif yang menarik.
Sebenarnya dalam Keppres No. 37 Tahun 1992, investor diberikan kemudahan yaitu bahwa impor barang yang digunakan untuk usaha penyediaan tenaga listrik diberikan kemudahan berupa: Pembebasan bea masuk (import duty exemption), Pembebasan pajak penghasilan (PPn), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Meskipun insentif tersebut sudah diatur, Kalimantan perlu dicarikan insentif tambahan yang dapat merangsang minat investor antara lain:
- Menciptakan kawasan berikat atau kawasan industri terpadu untuk menarik investor. Meskipun hal ini memerlukan pengkajian lebih dalam, akan tetapi bila dilakukan akan dapat meningkatkan minat investor dalam penyediaan tenaga listrik. Dengan cara ini, investor yang bergerak dalam industri dan investor yang bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik akan datang secara bersamaan sehingga hambatan pengembangan industri akibat kurang tersedianya daya listrik dapat diatasi. Begitu pula sebaliknya investor yang bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik akan merasa aman mengenai pemasaran tenaga listrik yang dihasilkannya.
- Menyederhanakan prosedur pengurusan perizinan untuk usaha penyediaan tenaga listrik.
Penutup
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan antara lain:
- Pola kerja sama BOO paling sesuai guna menarik investor swasta untuk menanamkan modal pada bidang investasi pembangkit tenaga listrik di perbatasan yang telah terjangkau jaringan transmisi dan atau jaringan distribusi PLN.
- Pola kerja sama BTL paling sesuai guna menarik investor swasta untuk menanam modal pada bidang investasi jaringan transmisi dan distribusi di daerah perbatasan yang belum ada jaringan transmisi dan atau jaringan distribusi PLN.
- Pola kerja sama Joint Venture (JV) paling sesuai guna menarik investor swasta untuk menanam modal pada bidang investasi pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi dan distribusi dalam suatu kesatuan paket investasi di daerah perbatasan yang sama sekali belum mendapat pelayanan PLN, yaitu remote area yang banyak terdapat di daerah perbatasan.
- Kerja sama dengan pola Joint Venture dan Joint Operation, biarpun tidak semua mempunyai nilai terbesar, tetapi dapat diterapkan pada semua bidang.
(Sumber: Ditjen LPE Deptamben)
[Sajian Utama]
[Profil Elektro]
[KOMPUTER]
[KOMUNIKASI]
[KENDALI]
[ENERGI]
[ELEKTRONIKA]
[INSTRUMENTASI]
[PII NEWS]
Please send
comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to
send me email.
[Edisi Sebelumnya]
© 1997 ELEKTRO ONLINE and INDOSAT NET.
All Rights Reserved.