Edisi ke Lima Belas, Nopember
1998
|
||
SAJIAN KHUSUS
|
Jaringan C4I : Sumbangannya terhadap Ketahanan Nasional |
|
Home
Halaman Muka Sajian Utama Komputer Kendali Instrumentasi Elektronika |
Secara geopolitik, kepulauan Indonesia memberikan tantangan tersendiri
kepada rakyatnya untuk dapat mempertahankan terhadap serangan dari luar.
Pulau-pulaunya yang demikian banyak serta laut-laut dan selatnya yang demikian
luas, disamping posisinya yang terjepit diantara lautan Hindia dan Samudera
Pacific, memberikan suatu persoalan yang sangat unik kepada bangsa ini
, dan khususnya kepada ABRI untuk dapat membela tanah airnya. Setiap jengkal
tanah dan air dari negeri ini, termasuk infrastruktur serta rakyatnya,
harus dapat dibela serta dipertahankan dari rongrongan musuh, apakah serangan
tersebut lewat darat, laut atau udara. Upaya tersebut tentunya tidak mudah
seiring dengan luasnya cakupan geografi yang harus dilingkup, serta faktor
kecanggihan teknologi militer yang semakin hari tambah meningkat. Dalam
men-simulasikan kondisi teater peperangan, tentulah bermacam-macam skenario
dapat diketengahkan, dan dari setiap skenario tadi tentulah ada suatu jawaban
berupa metoda pertahanan yang dapat menangkis secara lebih baik dari yang
lainnya. Pada akhirnya para perencana harus dapat merekomendasikan suatu
pilihan yang optimal, sehingga bisa ditangkal terjadinya kerugian2, dan
kalaupun terjadi kerusakan, harus diupayakan minimal, tetapi sedapat mungkin
biayanya harus lebih ekonomis atau moderat. Namun apapun pilihannya, sistem
pertahanan tidak akan dapat efektif tanpa bantuan suatu sistem informasi,
yang dalam jargon kemiliteran sering disebut C4I, yakni singkatan dari
Command, Control, Communications, Computer, and Intelligence. Sebagai seorang
dengan profesi telecom engineer, kita harus merasa terpanggil untuk ikut
berpartisipasi dalam memberikan sumbangan pemikiran bagi perencana militer
kita, khususnya suatu alternatif sistem C4I yang dapat dikembangkan untuk
Indonesia. Mungkin persoalan ini bukan merupakan hal yang aktual terjadi,
tetapi bagi bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, tentulah
skenario suatu teater harus dimasukkan dalam agenda sehingga jelas arah
penanganan suatu kasus.
Sebagai awal dari simulasi ini, hanya sebagai suatu exercise, dimisalkan ancaman yang datang berupa : i) misil-misil balistik ataupun non-balistik yang berasal dari kapal-kapal induk lawan yang terparkir disamudera-samudera Hindia dan Pacific, ii) pasukan-pasukan komando yang menyusup kedalam wilayah RI yang berasal dari kapal-kapal induk ataupun kapal-kapal selam, iii) pesawat-pesawat pembom dan fighter berasal dari kapal-kapal induk (sejenis F18 dan F14) maupun yang berangkat dari airforce base tertentu di sekitar Indonesia (yaitu jenis-jenis F16 dan F15). Pada galibnya, pasukan musuh selalu menganggap bahwa titik-titik sasaran untuk dihancurkan ialah a) instalasi sensor-sensor berupa stasiun-stasiun radar, b) pusat-pusat komputer yang terletak di pusat-pusat komando, c) jaringan-jaringan komunikasi termasuk titik-titik simpul (berupa switches) serta transmisi, d) gudang-gudang perbekalan , gudang-gudang pusat amunisi, pabrik-pabrik amunisi. Tentunya bukan maksud dari uraian singkat ini untuk menguraikan secara rinci seluruh aspek dari defence system dalam rangka menangkal ancaman diatas, tetapi hanya akan dibahas pemikiran awal dari suatu military communications yang harus sudah dipikirkan untuk mengantisipasi kondisi ini. Kiranya perlu kita cermati, dalam rangka kita merekayasa sistem pertahanan kita, ucapan Sekretaris Pertahanan Amerika, sewaktu memberi komentar atas jatuhnya pesawat F-16 di Bosnia : ‘ In this case we’are talking not about hours or minutes. It’s getting the information out to them in a matter of seconds’. Dengan kata lain, dalam peperangan dalam abad 20 akhir, dan menjelang abad 21 ini, menuntut suatu pengetahuan mendekati sempurna secara waktu nyata atas keadaan musuh serta meng-komunikasikan masalah tersebut kepada seluruh kekuatan yang ada [Dresp, 95]. Disinilah kiranya peran dari sistem C4I tersebut! Yaitu suatu kemampuan memperoleh informasi-informasi akurat dan andal, tentang kondisi aktual musuh yang diperoleh melalui sistem sensor-sensor (radar) maupun sistem satelit, mengumpulkan serta mengirimkannya ke pusat fasilitas, kemudian mengolahnya menjadi suatu informasi yang dibutuhkan bagi suatu suatu kelompok atau sistem kelompok pemegang keputusan, yang pada gilirannya akan mengeluarkan sinyal-sinyal commands yang akan diberikan kepada pelaksana-pelaksana tempur untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan atau operasi tertentu untuk menangkal atau membuat serangan. Mengingat luasnya area, nampaknya perlu dibuat suatu doktrin militer yang membagi basis-basis operasi, menjadi lebih dari satu. Untuk menjamin cepatnya suatu penanganan, maka perlu dibuat cakupan daerah C4I yang bergerak dan semi otonom, yang dengan demikian akan menambah agilitas dari sistem pertahanan kita. Secara konvensional, komunikasi command dan control mengikuti suatu rantai komando. Pada echelon – echelon paling bawah, laporan status diberikan kepada kepada komandan kompi untuk dikonsolidasikan, diedit serta diteruskan kepada komandan batalion, dst. Dari echelon-echelon yang lebih tinggi, rencana-rencana pertempuran dan perintah2 operasional diteruskan kebawah, dirinci, dan diteruskan kepada masing2 echelon secara focus. Sejarah membuktikan bahwa model ini cukup berhasil sampai pada era perang modern khususnya untuk komunikasi suara. Namun sejak Operasi Badai Gurun yang dibutuhkan bukan saja berdasarkan echelonnering, tetapi juga bersifat horizontal. Kalau dahulu dunia kemiliteran sangat tergantung kepada informasi dari laporan anggota pasukan kepada suatu echelon, kini kondisi tersebut sudah berubah menjadi dunia otomasi yang kaya akan data dan informasi, dimana keterlibatan manusia dalam pengolahan data yang sangat besar volumenya secara waktu nyata menjadi tidak mungkin lagi. Dan untuk dapat melayani fighter2, komputer2 yang intellijent diperlukan untuk dapat mengolah data-data yang jumlahnya sangat besar itu. Hal ini tak ubahnya dengan apa yang terjadi dalam bidang bisnis komersial, dimana informasi2 intellijent sangat dibutuhkan dalam bidang pemasaran, seperti lokasi-lokasi penghasil produk dan lokasi-lokasi konsumer. Untuk proses yang demikian juga dibutuhkan transportasi data yang sangat besar dalam rangka meningkatkan performansi operasional dan menurunkan biaya produksi dalam rangka ‘membunuh’ pesaing-pesaingnya. Dalam hal ini dikenal dua alur komunikasi berbeda : jalur sesuai rantai komando (eselon), serta jalur horisontal/vertical yang akan menghubungkan komputer dan otomasi perusahaan sehingga tercapai synergy kelompok. Secara konvensional, jalur-jalur yang demikian didukung oleh komunikasi terpisah : yaitu komunikasi suara (voice) dan komunikasi data, dimana masing-masing merupakan jaringan yang direkayasa secara unik. Kini karena dorongan teknologi baru dan dorongan ekonomis, dua jalur komunikasi tadi menjadi terintegrasi , seperti yang dilakukan hampir serempak diseluruh dunia oleh para operator telekomunikasi , yakni dengan mengadop standar ITU dalam konsep ISDN (JDPT) , didalam implementasi jaringan telekomunikasinya. Dalam hal ini elemen-elemen jaringan tadi ialah : ATM switching, sistem transmisi Synchronous Digital Hyrarchy (SDH), jaringan-jaringan pelanggan standar untuk pita lebar dan pita sempit. Dengan implementasi ATM switch kedalam arsitektur jaringan militer, maka akan diperoleh keluwesan jaringan untuk mentransportasikan data-data dalam jumlah yang sangat besar dengan kecepatan akses yang berbeda-beda. Sinyal-sinyal yang akan ditransportasikan merupakan jenis multimedia ( seperti gambar diam/bergerak, wide area data transmisi kecepatan tinggi, point-multipoint duplex) dengan kecepatan s/d 23 Mb/s. Gambar Arsitektur Jaringan Milcom Jaringan sistem tranport informasi militer pada umumnya membutuhkan keandalan informasi serta availability yang sangat tinggi. Disamping itu angka ‘grade of service’nya (yaitu probabilitas terjadinya blocking/kongesti) harus sangat rendah, katakan harus jauh lebih rendah daripada ‘gos’ jaringan PSTN yakni sekitar 5%. Kondisi yang demikian ini menyebabkan bahwa pilihan kepada jaringan PSTN (switched) sebagai bagian dari jaringan informasi militer masa depan menjadi kurang prioritas, jadi cenderung kepada jaringan closed user group. Tetapi mode sirkit sewa karena tidak ada masalah ‘gos’ masih tetap digunakan, hanya dalam hal ini perlu kebutuhan kanal dengan kecepatan tinggi [Sass & Gorr, 1995]. Dengan besarnya volume produksi perangkat telekomunikasi komersial (disebut COTS, commercial off the shelves) maka solusi penggunaan perangkat semacam ini akan jauh lebih ekonomis, dibandingkan peralatan yang khusus. Juga masalah pengadaannya akan jauh lebih cepat. Sambungannya : Sudah barang tentu komunikasi militer sangat... |
|