ASSI Newsletter |
Number 7, Volume II, October 2000 |
ENGLISH
Pemberdayaan Masyarakat dan Komunikasi Satelit
Revolusi Digital
Pramad Mahajan, Menteri IT (Information Technology) India, dalam
suatu kesempatan berbicara di IITELMIT2000 akhir-akhir ini, mengatakan
bahwa IT adalah merupakan kidung abad 21. Menurutnya, bahasa IT merupakan
cara keempat manusia berkomunikasi. Sebelumnya orang mengenal cara-cara
berkomunikasi lewat solah bawa (gesture), kata-kata yang terucapkan, dan
bahasa. Adalah suatu kenyataan, bahwa kita semua mengalami dan merasakan
revolusi komunikasi yang keempat itu. Betapa kini sebagian besar manusia
didunia, semenjak telepon ditemukan oleh Alexander Graham Bell diawal abad
20, semakin tergantung kepada alat telekomunikasi digital untuk mempertukarkan
informasi sekalipun mereka berjarak pada ribuan mil satu dngan lain. Dengan
penemuan teknik digital, kini hampir semua macam informasi dapat dikirimkan
dengan cara tersebut, tanpa adanya degradasi yang berarti. Inilah yang
oleh Mahajan, disebut digital language. Manusia semakin akrab dengan media
ini. Di Amerika Serikat umpamanya, lebih seperempat keluarga disana
memiliki komputer, bahkan anak-anak telah menggunakannya untuk games, pekerjaan
rumah, komunikasi, seni, musik, acuan, dan pelbagai aplikasi lewat Internet.
Masyarakat dunia kini sedang melaju kearah perdagangan dengan Internet
atau E-commerce maupun E-business [Tapscott]. Bukan hanya monopoli negara-negara
maju, sebagian besar negara-negara Asia pun telah demikian antusias menghadapi
revolusi digital ini. Cina misalnya, telah mempunyai sekitar 9 juta pelanggan
Internet dan Korea sekitar 10 juta.
Internet ini benar-benar akan membuat revolusi terhadap cara hidup
masyarakat. Teknologi ini akan mengubah kebiasaan berkomunikasi, yang sangat
mementingkan interaktifitas, dan didominasi dengan penyaluran data bersifat
textual, simbol, suara dan grafik, atau lazim disebut Multi Media. Namun
ada suatu kekuatan terbesar dari Internet, yakni menyediakan suatu jaring
laba-laba terhadap intellectual. Bayangkan kelompok-kelompok cyber bisa
dibangun yang anggotanya terdiri atas professional yang mempunyai kompetensi,
pengalaman, dan knowledge. Bila mereka bersatu padu dalam kelompok cyber
tersebut, maka akan tercipta kreatifitas yang belum terbayangkan
sebelumnya. Hal ini telah dibuktikan oleh India, betapa para insinyur-insinyur
software mereka telah bercyber ria dengan rekan-rekannya di seluruh pelosok
dunia, sehingga dapat menghasilkan produk-produk software unggulan. Export
India dibidang software pada tahun 1999 adalah sebesar 3 milyard dollar,
padahal 1996 baru sebesar 600 juta dollar. Dengan Internet dimungkinkan
kerjasama internasional dalam kelompok-kelompok cyber yang bernilai ekonomi
miliardan dollar, dan euphoria ini tengah berlangsung!
Gelombang revolusi digital ini juga merambah Indonesia, dan bagi warga
negara RI sudah tentu Internet dapat digunakan sebagai wahana bangsa ini
memanfaatkan elemen ekonomi digital ini. Perdagangan, bisnis, pendidikan,
penelitian, manajemen sumberdaya alam, lingkungan, … Dan semuanya dilaksanakan
dengan cara borderless, secara cyber. Puncaknya, bila terjadi networked
intelligence, yang melibatkan manusia-manusia Indonesia professional yang
berpengetahuan , bergabung dengan rekan-rekannya didunia cyber, untuk bersama-sama
berinovasi dan berkarya. Saat dimana peran perusahaan kecil, perusahaan
kecil dan perusahaan menengah akan lebih besar. Saat dimana peran
kapital akan tergantikan oleh knowledge. Dapatkah kita merebut peluang
ini?
Jaringan Internet Backbone : Satelit
Namun ibarat makhluk, IT merupakan jiwa. Ia tidak dapat berdiri sendiri
kecuali ditopang oleh jaringan telekomunikasi, yang berfungsi sebagai jasad.
IT menggunakan telekomunikasi sebagai kendaraan untuk membuat jaringan
antara entitas, antara kecerdasan, antara human. Performansi IT amat ditentukan
oleh performansi telekomunikasi, khususnya karena kebanyakan pengguna internet
menggunakan akses telepon sebagai wahana masuk kejaringan internet. Ada
suatu perbedaan pokok antara karakeristik trafik telepon dibanding internet;
tepatnya, besarnya trafik telepon rata-rata ialah 0.08 Erlang, sedangkan
trafik internet sekitar 1 Erlang. Setiap penambahan 10% trafik internet
(IP Traffic) akan mengakibatkan call loss naik 50% dari call loss sebelumnya.
Ini merupakan bahaya besar bagi performansi jaringan telekomunikasi. Konstatasi
ini mengisyaratkan perlunya jalan raya bagi trafik internet sedemikian
hingga kehadirannya tidak membuat kongesti terhadap jaringan telepon yang
ada. Salah satu cara yang lazim ialah membuat jaringan potong kompas (by-pass)
mulai dari jaringan akses, sentral lokal, sentral tandem dan pada hirarki-hirarki
diatasnya. Jadi perlu direkayasa suatu backbone network bagi IP traffic,
apalagi informasi IT yang dilewatkan , seperti multimedia, akan semakin
besar kecepatan bitnya : 384 kb/s keatas. Jaringan akses dengan kecepatan
setinggi itu dapat dipenuhi dengan kabel tembaga , serat optik, radio ataupun
satelit. Pemakaian akses digital dengan kabel tembaga membutuhkan peralatan
tambahan seperti ADSL (asymmetric digital subscriber line) untuk memungkinkan
sambungan upstream 16 kb/s, atau 64 kb/s, dengan downstream 1,5 Mb/s, 3
Mb/s atau 6 Mb/s. Masih ada tambahan investasi berupa Remote Access Switch
untuk membuat jaringan by-pass Internet [Jhunjhunwala]. Namun dalam routingnya
di jaringan PSTN terpaksa digunakan sirkit sewa maupun transmisi trunk
sampai ke ISP router. Sedangkan serat optik dibutuhkan investasi fiber
to the curb dan disambung dengan jaringan distribusi ke pelanggan dengan
kecepatan 10 Mb/s – 30 Mb/s bergantung kepada modulasi yang digunakan.
Seperti solusi kabel tembaga dan ADSL, untuk kecepatan tinggi terpaksa
dipenuhi dengan cara penggunaan sirkit sewa terdiri atas kabel koaksial
dan tentu saja, Remote Access Switch dimana pihak operator (PT Telkom)
harus investasi. Jaringan radio kecepatan tinggi juga dimungkinkan,
baik dengan teknologi fixed wireless maupun mobile wireless, dengan konsekuensi
adanya investasi tambahan seperti RAS. Agar performansi trafiknya baik,
sebaiknya dipasang jaringan yang khusus diperuntukkan bagi data. Untuk
meliput seluruh propinsi, sudah barang tentu investasi yang dibutuhkan
bagi alternatif kabel, serat optik atau radio, sangat besar, dan karenanya
pelaksanaannya harus bertahap.
Suatu alternatif yang dapat ditawarkan untuk potong kompas jaringan
IP ialah dengan satelit, yaitu jaringan VSAT. Solusi ini memberikan
kemudahan sebagai berikut : a) kecepatan bit akses tinggi, b) jaringan
akses langsung ke ISP router dengan keandalannya mendekati 100%,
c) VSAT bisa dipasang dimana saja selama masuk dalam jangkauan satelit,
d) dengan jaringan potong kompas satelit maka kongesti jaringan telekomunikasi
PSTN yang ada tidak perlu terjadi. Salah satu kerugian solusi ini ialah
bahwa untuk melewatkan sinyal TCP/IP, besarnya throughput akan terbatasi
karena delay propagasi satelit geostasioner. Kini berbagai teknik
protokol link sudah dikembangkan sehingga dapat mengatasi problem tersebut.
Diantaranya penggunaan Forward Error Correction yang menjamin kecilnya
kemungkinan pengiriman ulang. Bagi daerah tropis seperti Indonesia sangat
tepat bila frekuensi-frekuensi rendah seperti pita C digunakan sebanyak-banyaknya
untuk komunikasi satelit, karena redaman hujan tidak berpengaruh sama sekali
terhadap performansi VSAT. Dengan demikian overhead dalam transmisi satelit
tidak dihabiskan untuk mengatasi masalah error, sehingga solusi yang lebih
ringan seperti ARQ, atau Hybrid ARQ dapat digunakan. Dibandingkan
dengan solusi potong kompas lainnya, bagi Indonesia sistem satelit
merupakan alternatif yang tepat. Sistem-sistem yang sudah ada seperti Telkom-1,
Palapa C, Garuda serta Indostar, semuanya memiliki jangkauan minimal Indonesia,
dan semuanya memiliki spektrum pada frekuensi rendah (S, C) yang kondusif
kepada komunikasi satelit secara andal, adalah tepat kiranya dapat dimobilisasi
bagi awal jaringan IP backbone.
Regulasi Open Sky
Sambil menunggu perekembangan selanjutnya , minimal jaringan satelit Indonesia
bisa memberikan suatu solusi jangka pendek dan menengah , secara cerdas,
bagi kebutuhan jaringan potong kompas Internet. Di seluruh pelosok
di tanah air dapat didirikan VSAT, yang akan berfungsi sebagai terminal
akhir pelanggan Internet dengan kecepatan tinggi. Beberapa stasiun hub
dapat didirikan untuk dapat melayani terminal-terminal VSAT, termasuk sistem
billing dan manajemen jaringannya. Dimisalkan bahwa jaringan backbone pita
lebar telah digelar, maka stasiun-stasiun ISP akan dipasang pada titik-titk
akses jaringan pita lebar untuk meyalurkan bundel trafik internet keluar
, khususnya ke pusat-pusat informasi. Jaringan-jaringan SDH dengan kecepatan
yang tinggi , seperti jaringan jaringan cincin ala Nusantara-21, harus
benar-benar tergelar untuk mengantisipasi kebutuhan jaringan potong kompas
Internet, maupun dalam rangka melayani PSTN.
Pada saat ini Internet masih bersifat US-Centric , karena
sumber-sumber informasi sebagian besar ada disana. Hal inilah yang dipandang
sebagai hambatan bagi mereka yang bergerak di bisnis Internet, karena biaya
sewa jaringan kecepatan tinggi ke US tentunya relatif mahal. Oleh karena
itu perlu dibangkitkan inovasi-inovasi produk di kawasan-kawasan lain di
luar US, sehingga pemerataan pendapatan dapat mengalir ke perusahaan-perusahaan
telekomunikasi lokal maupun regional.
Pelayanan Internet adalah merupakan bisnis yang sangat strategis
bagi keuletan bangsa ini. Kiranya tak berlebihan jika regulator mengerahkan
segala upaya untuk meningkatkan layanan Internet dengan seluas-luasnya
kepada masyarakat. Service Internet harus dibuat murah, agar seluruh
lapisan masyarakat dapat memanfaatkan dunia cyber ini, agar bangsa Indonesia
tidak terpuruk dalam keisolasian, agar interdependency cybertic dapat
ditegakkan di tanah air. Agar service Internet murah, maka service telekomunikasi
juga harus murah. Karena itu iklim kompetisi, seperti halnya yang dicanangkan
oleh regulator dalam UU No 36 maupun rencana peraturan pemerintah yang
berkaitan dengan itu, harus segera dapat ditegakkan. Biaya-biaya ijin penyelenggaraan
bisnis telekomunikasi, bisnis ISP, biaya pemakaian frekuensi spektrum,
dan biaya administrasi lainnya harus diperkecil atau dihilangkan sama sekali.
Pemasukan dana ke pemerintah akan dicapai melewati pajak dari eksport produk-produk
yang bermutu, sebagai hasil dari sinerji , produktivitas serta inovasi
yang diperoleh masyarakat lewat Internet. Pemerintah India misalnya, sudah
menerapkan peraturan bahwa biaya lisensi ISP adalah NOL Rupee, karena dengan
demikian mereka yakin ISP akan berkembang bak jamur dimusim hujan,
dan akibatnya pelanggan Internet akan membludak! Hendaknya di Indonesia
dibuat pula open sky policy, sehingga para ISP maupun para pelanggan Internet
dapat akses langsung ke sembarang satelit selama cakupan dan daya pancarnya
memenuhi persyaratan. Iklim kompetisi yang demikian memungkinkan turunnya
biaya akses satelit, dan pada gilirannya biaya akses Internet lewat satelit
menjadi lebih murah dan Internet benar-benar dunia cyber yang friendly
bagi masyarakat Indonesia.
Referensi
-
[Tapscott] : Don Tapscott, The Digital Economy: Promise and Peril
in the Age of Networked Intelligence, McGraw-Hill, 1996.
-
[Jhunjhunwala] : Ashok Jhunjhunwala, Bhaskar Ramamurthi, and Timothy A.
Gonsalves, The Role of Technology in Telecom Expansion in India, IEEE Communications
Magazine, November 1998 Vol. 36 No. 11.
Dr. Arifin Nugroho, IPM, disamping bertugas sebagai pejabat staf ahli teknologi
Direksi Telkom, juga menjabat Ketua Asosiasi Satelit Indonesia e-mail :
arifin_nugroho@attglobal.net.
ENGLISH
| HOME | COVER
|
© 1999-2000 ELEKTRO
Online
All Rights Reserved.