Keterbatasan lahan merupakan salah satu kendala implementasi pembangkit listrik tenaga angin skala besar. Ditambah lagi dengan pemanasan global yang berdampak pada menurunnya kecepatan angin, maka potensi energi angin tidak akan maksimal untuk dimanfaatkan.
Solusi yang bisa dilakukan adalah mulai mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin yang tidak lagi ditempatkan di atas dataran terbuka, melainkan diterbangkan pada ketinggian tertentu.
Langkah tersebut sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan dan ilmuwan yang telah mengembangkan berbagai konsep turbin angin ''terbang'' yang menggunakan berbagai metode, mulai dari layang-layang hingga balon udara. Beberapa diantaranya adalah Magenn Power, Skywindpower, Joby Energy, TWIND dan konsep turbin angin GEDAYC.
Visi tentang turbin angin ''terbang'' tersebut juga dipertegas oleh seorang ilmuwan NASA, Mark Moore, yang menyatakan bahwa meski turbin angin jenis itu akan menimbulkan masalah baru bagi dunia penerbangan --setidaknya diperlukan 3 kilometer zone tanpa penerbangan--, tetapi dari sisi lingkungan, tidak ada lahan yang dikorbankan untuk menghasilkan energi listrik. Selain itu, semakin tinggi kecepatan angin cenderung lebih besar dan konstan. Produksi energinya bisa mencapai 27 kali lebih besar jika dibandingkan dengan turbin angin yang dipancang di permukaan daratan atau lautan.
Melalui riset yang akan dilakukannya dengan dana sebesar 100.000 US dolar, Moore bersama timnya akan mengevaluasi bagaimana ladang turbin angin ''terbang'' bekerja dan pengaruhnya terhadap zone angkasa yang juga digunakan oleh industri penerbangan. |